Kerajaan Banjar
Kesultanan Banjar,siapa yang
pantas untuk bertahta??
Keraton Banjar,
Siapa yang pantas bertahta?
24 September 1526 tonggak awal berdirinya kerajaan banjar
dengan Pangeran samudera
yang seiring keislamannya
kemudian bergelar Sultan
suriansyah sebagai raja
pertamanya , tanggal ini pulalah kemudian di tetapkan sebagai
hari jadi kota Banjarmasin Hampir 5 Abad peristiwa itu
berlalu, bahkan Banjar sebagai
sebuah kerajaan telah mampu
bertahan sebagai ‘negara’ dengan di perintah silih berganti
sultan hingga bertahan lebih
dari 3 abad lamanya (1526-1860),
runtuh seiring dengan semakin
dalamnya cengkeraman
penjajah Belanda yang berhasil masuk dari berbagai aspek baik
itu perdagangan, kekuatan
militer, sampai pada manipulasi-
manipulasi adu dombanya
dengan memanfaaatkan friksi
internal kerajaan banjar saat itu. Sebagaimana di maklumi,
sejarah mencatat salah satu
kelemahan dari system
monarkhi/dynasty adalah
terjadinya konflik internal
dalam perebutan kekuasaan antar elit istana sehingga
kemudian membuat kerapuhan
dalam system pemerintahan
sekaligus juga memudahkan
pihak ketiga untuk masuk
mengambil kesempatan dari konflik horizontal ini Rekontruksi Keraton Banjar
Wacana Pembangunan replica
keraton banjar yang akhir-
akhir ini di gaungkan kiranya
patutlah untuk kita apresiasi di
tengah masih dangkalnya pengetahuan kita sebagai Urang
banjar mengenai sejarah local di
Kalimantan selatan. Bahwa pada
masa lalu di abad 16 pernah ada
kerajaan di tanah banjar .
Terlalu jauh untuk kita kemudian skeptis terhadap
wacana ini apabila kita
menganggap bahwa ada upaya
untuk menghidupkan kembali
trah bangsawan bahkan
mungkin dengan kemunculannya akan
melegitimasi kekuatan politik
baru di tanah banjar dengan
segala fasilitas dan kewenangan
yang berlebih tentunya. Namun
kita harapkan apabila hal ini dapat terealisasi mudah-
mudahan mampu
memunculkan identitas
kebanjaran kita pada konteks
kekinian sekaligus juga
mencoba menggali lagi kekayaan-kekayaan banjar
pada ranah cultural (jauh dari
kesan cauvinisme). Adapun
mengenai rencana letak dari
pembangunan replikanya yang
akan di bangun di wilayah martapura, hal ini kiranya tidaklah perlu
menjadi perdebatan karena
dalam sejarahnya kerajaan
banjar pernah menempati
sedikitnya 3 tempat keraton
(kuin, tatas , dan kayutangi martapura) Realisasi akan rekontruksi
secara fisik keraton banjar
tentunya tidaklah sulit di
wujudkan, secara sederhana
dengan kemampuan dan
kemauan para stake holder untuk mengucurkan anggaran
untuk pembangunannya di
tambah kesediaan para ahli
waris pemegang artifact
sebagai wujud budaya untuk
dijadikan sebagai koleksi keraton maka akan serasa
lengkaplah apa yang menjadi
tujuan dari berdirinya keraton
tersebut sehingga di harapkan
minat akan keingin tahuan
tentang sejarah banjar dapat terfasilitasi yang tentunya akan
menjadi icon baru untuk studi
wisata sejarah Banjar buat
generasi Muda. Pertanyaannya
sekarang, apakah hanya
pembangunan fisik yang di kedepankan? Atau ada agenda
lain yang mengikutinya?
Misalnya dengan kemudian
mencari ahli waris keturunan
sultan banjar untuk di angkat
menjadi sultan di keraton yang baru sehingga lengkaplah sudah
rekontruksi kerajaan banjar
dalam konteks kekinian ,
namun ketika wacana ini di
munculkan maka dokumen dan
fakta sejarah serta mekanisme dalam trah dinastilah yang
harus di kedepankan . Usurpasi dalam kerajaan Banjar Usurpasi secara sederhana bisa
kita fahami sebagai upaya
pengambilan hak yang bukan
menjadi haknya dalam hal ini
adalah tahta. Sebagaimana
sejarah kerajaan pada umumnya di Indonesia,
kerajaan banjar juga pernah
mengalami friksi antar keluarga
raja bahkan sedikitnya ada tiga
kali usurpasi terjadi dalam
sejarah perjalan eksistensi kerajaan banjar. Pertama kali kemunculannya
pada abad 16, terbentuknya
kerajaan banjar juga
merupakan efek domino dari
sebuah usurpasi, ketika
pangeran samudera sang penerus tahta kerajaan daha di
usurpasi oleh sang paman
pangeran tumenggung sehingga
pangeran samudera menjadi
putera mahkota yang terbuang,
yang kemudian secara singkat di ceritakan pangeran samudera
mampu menggalang kekuatan
di dukung oleh para patih
(masih,balitung,kuwin,etc)
yang masih memegang teguh
aturan pewarisan tahta ditambah masuknya pihak
ketiga sebagai sekutu (kerajaan
demak) dengan kompensasi
Islamnya bersinergilah mereka
melawan sang usurpator
(pangeran tumenggung) untuk lengser dari tahta yang bukan
haknya, meskipun kemudian
pusat kerajaan di geser ke kuin
dengan nama baru dan agama
baru (islam) yaitu kerajaan
Banjar. Usurpasi ke dua terjadi pada
abad ke 18 ketika sultan
Hamidullah sultan kuning (tutus
tuha)sang raja saat itu
meninggal dunia dengan
meninggalkan putra mahkota yang masih belum baligh
(Muhammad aminullah), untuk
sementara kekuasaan di
serahkan pada adiknya
mangkubumi sultan tamjidillah
I (tutus anum), yang kemudian ketika aminullah dewasa terjadi
friksi karena Tamjidillah I tidak
menyerahkan kekuasaannya
pada keponakannya yang
berhak namun kemudian malah
mengangkat anaknya Nata sebagai penerus tahta, usurpasi
ini berhasil di masuki pihak
ketiga yaitu belanda yang
datang sebagai ‘juru damai’ yang mana salah satu perannya
adalah membagi kekuasaan
kerajaan banjar dalam 2
keraton, kayutangi martapura
dan tatas- banjarmasin untuk
aminullah. Usaha-usaha memecah belah ini kemudian
lambat laun menjadi akut yang
puncaknya di hapusnya
kerajaan banjar. Usurpasi yang ketiga pada
pertengahan abad 19 ketika
Sultan Adam mewasiatkan
untuk Hidayatullah sebagai raja,
namun dengan intervensinya
yang terlalu dalam, Belanda menunjuk Tamjidillah II sebagai
sultan yang mana ini melanggar
wasiat raja terdahulu sekaligus
menantang kehendak rakyat
yang saat itu notabene
menginginkan hidayatullah daripada tamjidillah II. Konflik
ini bukan lagi antar dinasti
(tutus tuha vs tutus anum)
namun internal dinasti muda
(tutus anum). Siapakah yang layak bertahta? Paparan singkat di atas, dapat di
pahami telah terbentuk 2 trah
dalam keturunan sultan
suriansyah, yaitu Dinasti Tua/
tutus tuha keturunana sultan
hamidullah (sultan kuning) dan Dinasti Muda/tutus Anum
keturunan sultan Tamjidillah I.
Secara de yure apabila berdasar
pada aturan dinasti pada
umumnya, maka keturunan
hamidullah lah yang meneruskan tongkat estafet
raja banjar karena mereka
Dinasti tua, namun secara
defacto yang kemudian
memegang kendali kerajaan
banjar adalah dinasti muda yaitu keturunan tamjidillah I
(nata-sulaiman-Adam-
abdulrachman-hidayatullah/
tamjidillah II). Namun pada
awal berkobarnya perang
banjar (1859) nampaknya persaingan 2 trah dinasti ini
telah mereka kesampingkan
untuk bersama-sama
menentang penjajah Belanda
yang sudah mulai mencampuri
lebih jauh internal kerajaan banjar, yang momen
perlawanan ini kemudian
memunculkan kembali trah
tutus tuha yang sudah lama
‘menghilang’ yaitu Pangeran Antasari (buyut aminullah)
dimana kemunculannya bukan
untuk menambah masalah
dengan juga ingin bertahta,
tetapi jiwa besarnya lebih
membela Hidayatullah daripada Tamjidillah, sebagai wujud
nyata menentang Belanda.
Untuk selanjutnya keturunan
Antasari (dinasti Tua) terus
melakukan perlawanan
terhadap belanda sampai meluas wilayah perang hingga hulu
Barito dengan melibatkan
koleganya yang mana setelah
Antasari,perlawanan
dilanjutkan oleh anaknya Gusti
Muhammad said dan Muhammad seman sampai
keturunan selanjutnya yaitu
Gusti berakit (1906) meskipun
kerajaan Banjar sudah di
hapuskan belanda pada tahun
1860. Sehingga perlawanan yang berkepanjangan ini
(1859-1906) terhadap belanda ini
merupakan perlawanan
terpanjang dalam sejarah
perlawanan di Indonesia(lihat
Helius syamsudin; Pegustian dan tumenggung) . Akhirnya Tanpa
mengesampingkan fakta
sejarah terhadap apa yang
sudah terjadi dalam struktur
istana raja banjar dan dengan
referensi yang bisa di gali dari berbagai sumber mengenai
kemunculan,kejayaan,intrik,
sampai keruntuhan kerajaan
Banjar bisa di dapat garis
keturunan yang pantas secara
De facto dan De yure untuk menduduki tahta di keraton
banjar yang baru pada ranah
cultural. Semoga.
oleh Muhammad Alpiannor
pada 04 November 2010 jam
13:02
ARTIKEL TERKAIT:
Post a Comment
Mari kasih komentar, kritik, dan saran. Jangan lupa juga isi buku tamunya. :D
NB: No Porn, No Sara', No women, No cry