A.
Kyai Haji Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 1 Agustus 1868. Ayahnya adalah Kyai Haji Abu Bakar, seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kesultanan Yogyakarta pada masa itu. Ibunya adalah putri H. Ibrahim yang juga menjabat penghulu Kesultanan Yogyakarta pada masa itu. Nama kecil Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwis. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara. Dalam silsilahnya, ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di tanah Jawa.
Semenjak kecil, Dahlan diasuh dan di didik sebagai putera kyai. Pendidikan dasarnya dimulai dengan belajar membaca, menulis, mengaji al-Quran, dan kitab-kitab agama. Pendidikan ini diperoleh langsung dari ayahnya. Menjelang dewasa, ia mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu agama kepada beberapa ulama besar waktu itu. Dengan begitu, tak heran jika dalam usia relatif muda, ia telah menguasai berbagai disiplin ilmu keislaman. Ketajaman intelektualitasnya yang tinggi membuat Dahlan selalu merasa tidak puas dengan ilmu yang dipelajarinya dan terus berupaya untuk lebih mendalaminya.
Setelah beberapa waktu belajar dengan sejumlah guru, pada tahun 1890 Dahlan berangkat ke Mekkah untuk melanjutkan studinya dan bermukim di sana selama setahun. Merasa tidak puas dengan hasil kunjungan yang pertama, maka pada tahun 1903, ia berangkat lagi ke Mekkah dan menetap selama dua tahun. Ketika mukim yang kedua kali ini, ia banyak bertemu dan melakukan muzakkarah dengan sejumlah ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah. Pada saat itu pula, Dahlan mulai berkenalan dengan ide-ide pembaharuan yang dilakukan melalui penganalisaan kitab-kitab yang dikarang oleh reformer Islam, seperti Ibn Taimiyah, Ibn Qoyyim al-Jauziyah, Muhammad bin Abd al-Wahab, Jamal al Din al Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan lain sebagainya.
KH. Ahmad Dahlan meninggal pada tanggal 23 Pebruari 1923 M atau bertepatan dengan 7 Rajab 1340 H di Kauman Yogyakarta dalam usia 55 tahun.
B. Peran Muhammadiyah di Indonesia
Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaruan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaruan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. la ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Quran dan al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 Nopember 1912. Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan. Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya.
Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta.
Perkumpulan Muhammadiyah berusaha mengembalikan ajaran Islam kepada sumber aslinya yaitu al-Quran dan Assunah, seperti yang diamanatkan oleh Rasulullah Saw. Itulah sebabnya tujuan perkumpulan ini meluaskan dan mempertinggi pendidikan agama Islam secara modern, serta memperteguh keyakinan tentang agama Islam, sehingga terwujudlah masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Karena itu dalam rangka pencapaian tujuan yang diinginkannya, Muhammadiyah telah mendirikan sekolah-sekolah tersebar hampir di seluruh persada Nusantara ini. Sekolah-sekolah ini dikelola Muhammadiyah disamping mengutamakan pendidikan agama Islam, juga memberikan mata pelajaran umum sebagaimana halnya pendidikan yang dikelola oleh pemerintah.
Sementara itu usaha-usaha lain yang dilakukan adalah memperluas pengajian-pengajian, menyebarkan bacaan-bacaan agama, mendirikan mesjid-mesjid,
madrasah dan sekolah-sekolah,
pesantren dan lain-lain.
Muhammadiyah bukan hanya semata bergerak di bidang pengajaran, tapi juga lapangan-lapangan lain, terutama menyangkut sosial umat Islam. Sehubungan dengan itulah Muhammadiyah sebagai gerakan sosial keagamaan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Muhammadiyah sebagai gerakan Islam
Muhammadiyah dalam melaksanakan dan memperjuangkan keyakinan dan cita-cita organisasinya berasaskan Islam. Menurut Muhammadiyah, bahwa dengan Islam bisa dijamin kebahagiaan yang hakiki hidup di dunia dan akhirat, material dan spiritual.
Atas dasar pendirian tersebut maka Muhammadiyah berjuang mewujudkan Syariat Islam dalam kehidupan perorangan, keluarga dan masyarakat. Segala yang dilakukan Muhammadiyah dalam bidang pendidikan, kemasyarakatan, kerumahtanggaan, perekonomian dan sebagainya tak bisa dilepaskan dari usaha untuk melaksanakan ajaran Islam.
2. Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah
Untuk mewujudkan keyakinan dan cita-cita Muhammadiyah yang berdasarkan Islam, yaitu amar ma’ruf dan nahi munkar. Dakwah dilakukan menurut cara yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. Dakwah Islam dilakukan dengan hikmah, kebijaksanaan, nasehat, ajakan dan jika perlu dilakukan dengan dialog.
3. Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid
Usaha-usaha yang dirintis dan dilaksanakan menunjukkan bahwa Muhammadiyah selalu berusaha memperbaharui dan meningkatkan pemahaman islam secara rasional, sehingga Islam lebih mudah diterima dan dihayati oleh segenap lapisan masyarakat.
Zaman selalu maju dan berubah, demikian pula manusia tak henti-hentinya mencari yang baru guna menyempurnakan hidupnya. Agama Islam diyakini ajarannya cocok untuk segala zaman, oleh karena itu memerlukan pembaharuan cara memahaminya. Di antara usaha yang dilakukan Muhammadiyah adalah melalui pendidikan dan tarjih, disamping Muktamar Muhammadiyah selalu berusaha mendapatkan cara-cara baru dalam melaksanakan ajaran Islam, sehingga bisa lebih dipahami dan diamalkan oleh ummat Islam Indonesia.
Tujuan yang dirumuskan tampaknya dari waktu ke waktu sering berbeda, namun pada esensinya maknanya tetap sama.
Pada waktu didirikan, rumusan tujuan Muhammadiyah adalah sebagai berikut :
1. Menyebarkan ajaran Nabi Muhammad Saw kepada penduduk Yogyakarta dan sekitarnya.
2. Memajukan agama Islam kepada anggota-anggotanya.
Setelah Muhammadiyah meluas ke luar daerah Yogyakarta, tujuan ini dirumuskan lagi menjadi :
1. Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran agama Islam di Hindia Belanda.
2. Memajukan dan menggembirakan hidup sepanjang tidak bertentangan dengan agama Islam kepada masyarakat luas.
Selanjutnya pada zaman Jepang rumusan tujuan Muhammadiyah adalah :
1. Hendak menyiarkan agama Islam serta melatih hidup selaras dengan tuntutannya.
2. Hendak melakukan pekerjaan kebaikan umum.
3. Hendak memajukan pengetahuan dan perdamaian serta budi pekerti baik kepada anggota-anggotanya.
Sedang pada zaman kemerdekaan rumusan tujuan inipun kembali mengalami perubahan yaitu untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Untuk mewujudkan maksud dan tujuan tersebut, maka diadakan usaha-usaha :
1. Mengadakan dakwah
2. Memajukan pendidikan dan pengajaran
3. Menghidupsuburkan masyarakat tolong-menolong
4. Mendirikan dan memelihara tempat ibadah dan wakaf
5. Mendidik dan mengasuh anak-anak dan pemuda-pemuda supaya kelas menjadi orang Islam yang berarti
6. Berusaha kearah perbaikan penghidupan dan kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam.
7. Berusaha dengan segala kebijaksanaan, supaya kehendak dan peraturan Islam berlaku dalam masyarakat.
Demikian tujuan dan usaha dari perkumpulan Muhammadiyah, yang jelas sejak didirikan Muhammadiyah tidak memilih politik sebagai jalur kegiatannya. Tujuan yang mula-mula sebagaimana dikemukakan diatas adalah menyebarluaskan agama Islam, yang kemudian berkembang menjadi meluaskan pendidikan agama Islam dan memupuk perasaan agama para anggotanya. Jalan untuk mencapai tujuan tersebut ialah dengan mendirikan sekolah-sekolah di seluruh tanah air Indonesia.
C. Usaha Muhammadiyah di Bidang Pendidikan
1. Dasar dan fungsi lembaga pendidikan
Yang menjadi dasar pendidikan Muhammadiyah
a) Tajdid
Ialah kesediaan jiwa berdasarkan pemikiran baru untuk mengubah cara berpikir dan cara berbuat yang sudah terbiasa demi mencapai tujuan pendidikan.
b) Kemasyarakatan
Antara individu dan masyarakat supaya diciptakan suasana saling membutuhkan. Yang dituju ialah keselamatan masyarakat sebagai suatu keseluruhan.
c) Aktivitas
Anak didik harus mengamalkan semua yang diketahuinya dan menjadikan pula aktivitas sendiri sebagai salah satu cara memperoleh pengetahuan yang baru.
d) Kreativitas
Yaitu si anak didik harus mempunyai kecakapan atau keterampilan dalam menentukan sikap yang sesuai dan menetapkan alat-alat yang tepat dalam menghadapi situasi-situasi baru.
e) Optimisme
Yaitu si anak didik harus yakin bahwa dengan keridhaan Tuhan, pendidikan anak dapat membawanya kepada hasil yang dicita-citakan, asal dilaksanakan dengan penuh dedikasi dan tanggung jawab, serta menjauhkan diri dari segala sesuatu yang menyimpang dari segala yang digariskan oleh agama Islam.
Sedangkan lembaga pendidikan berfungsi sebagai berikut :
a) Alat dakwah ke dalam dan ke luar anggota-anggota Muhammadiyah. Dengan kata lain, untuk seluruh anggota masyarakat.
b) Tempat pembibitan kader, yang dilaksanakan secara sistematis dan efektif, sesuai dengan kebutuhan Muhammadiyah khususnya, dan masyarakat Islam pada umumnya.
c) Gerak amal anggota, penyelenggara pendidikan diatur secara berkewajiban terhadap penyelenggaraan dan peningkatan pendidikan itu dan akan menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah-sekolah Muhammadiyah.
2. Penyelenggaraan Pendidikan
Sebagaimana dikemukakan terdahulu bahwa tujuan semula Muhammadiyah adalah untuk menyebarluaskan agama Islam yang kemudian berkembang menjadi meluaskan pendidikan agama Islam dan memupuk perasaan agama para anggotanya. Salah satu jalan yang ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan mendirikan sekolah di seluruh tanah air.
Tujuan pendidikannya ialah terwujudnya manusia muslim berakhlak, cakap, percaya kepada diri sendiri, berguru, bagi masyarakat dan negara.
Muhammadiyah mendirikan berbagai jenis dan tingkat sekolah, serta tidak memisah-misahkan anatra pelajaran agama dan pelajaran umum. Dengan demikian diharapkan bangsa Indonesia dapat dididik menjadi bangsa yang utuh berkepribadian yaitu pribadi yang berilmu pengetahuan umum luas dan agama yang mendalam. Dikarenakan rencana pelajaran sekolah-sekolah Muhammadiyah tidak bertentangan dengan stelsel pengajaran pemerintah Hindia Belanda, maka cukup banyak sekolah-sekolah nya yang mendapatkan subsidi dari pemerintah kolonial. Padahal kita ketahui Belanda sangat ketat dalam mengawasi dan memberi izin kepada lembaga-lembaga pendidikan yang dilaksanakan penduduk pribumi, terlebih lagi yang bercorakkan agama Islam. Disinilah rupanya keberhasilan Muhammadiyah dalam menjalankan strategi pendidikannya.
Pada zaman pemerintah kolonial Belanda, sekolah-sekolah yang dilaksanakan Muhammadiyah adalah :
a) Sekolah umum
Taman Kanak-Kanak (Bustanul Athfal) Vervof School 2 tahun, Shakel School 4 tahun, HIS 7 tahun, Mulo 3 tahun AMS 3 tahun dan HIK 3 tahun.
Pada sekolah-sekolah tersebut diajarkan pendidikan agama Islam sebanyak 4 jam pelajaran seminggu
b) Sekolah Agama
Madrasah Ibtidaiyah 3 tahun, Tsanawiyah 3 tahun, Mualimin/Mualimat 5 tahun, Kulliatul Muballigin (SPG Islam) 5 tahun.
Pada madrasah-madrasah ini diberikan mata pelajaran pengetahuan umum
Sekolah-sekolah tersebut ternyata mampu berjalan sebagai mana mestinya, oleh karena itu jika diperhatikan lebih jauh, maka pendidikan yang diselenggarakan Muhammadiyah mempunyai andil yang sangat besar bagi bangsa dan negara, dan tentu saja menghasilkan keuntungan-keuntungan diantaranya :
1) Menambah kesdaran nasional bangsa Indonesia melalui ajaran Islam
2) Melalui sekolah-sekolah Muhammadiyah ide-ide reformasi Islam secara luas disebarkan
3) Mempromosikan kegunaan ilmu pengetahuan modern.
Selannjutnya pada zaman kemerdekaan, sekolah Muhammadiyah perkembanganya semakin pesat. Pada dasarnya ada empat jenis lembaga pendidikan yang dikembangkannya, yaitu :
a) Sekolah-sekolah umum yang bernaung di bawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu : SD, SMTP, SMTA, SPG, SMEA, SMKK dan sebagainya. Pada sekolah-sekolah ini diberikan pelajaran agama sebanyak 6 jam seminggu.
b) Madrasah-madrasah yang bernaung dibawah Departemen Agama yaitu : Madrasah Ibtidaiyah (MI), MTs dan Madrasah Aliyah (MA). Madrasah-madrasah ini setelah adanya SKB 3 Menteri tahun 1976 dan SKB 2 Menteri tahun 1984, mutu pengetahuan umumnya sederajat dengan pengetahuan sekolah umum yang sederajat, dalam hal ini MI = SD, MTs = SMTP, MA = SMTA.
c) Jenis sekolah atau madrasah khusus Muhammadiyah yaitu : Mualimin, Mualimat, sekolah tabligh dan Pondok Pesantren Muhammadiyah
d) Perguruan Tinggi Muhammadiyah
Muhammadiyah sampai sekarang cukup banyak mengelola pendidikan tinggi baik umum ataupun agama. Untuk Perguruan Tinggi Muhammadiyah Umum dibawah pembinaan Kopertis (Depdikbud), dan Perguruan Tinggi Muhammadiyah Agama di bawah pembinaan Kopertais (Depag).
Barangkali apa yang dipaparkan diatas hanya sebagian kecil sebagaimana peran Muhammadiyah dibidang penyelenggaraan pendidikan, karena lembaga-lembaga pendidikan yang dikelola Muhammadiyah dari waktu ke waktu kian bertambah dan berkembang
3. Strategi Pengembangan Pendidikan
Sebagaimana digambarkan diatas, bahwa kelahiran Muhammadiyah pada tahun 1912 M tidak bisa dipisahkan dari kondisi situasi sosial yang ada pada saat itu, diantaranya situasi keberagaman ummat, masalah kemiskinan, masalah pendidikan dan beberapa masalah lainnya. Situasi pendidikan Islam yang memprihatinkan dan bertentangan dengan sistem pendidikan penjajah yang dikembangkan di Indonesia, melatarbelakangi KH. Ahmad Dahlan untuk memperkenalkan metode baru sistem pendidikan Islam.
Sistem yang dikembangkan tersebut adalah sintesis antara sistem pendidikan islam tradisional yang berbasis di pesantren dengan sistem pendidikan modern, kolonial. Dan visi pendidikan yang ditawarkan ialah mencoba memadu aspek-aspek keagamaan semata yang dikembangkan dalam pendidikan islam, dengan yang bersifat duniawi (profene) dari sistem pendidikan sosial. Sedangkan tujuan akhir (the ultimate goal) atau yang hendak dicapai ialah untuk menghasilkan lulusan yang memiliki pengetahuan umum yang memadai, atau sitilah yang trend sekarang “ulama intelek”.
Sikap Muhammadiyah yang mengambil jalan tengah dalam sistem pendidikannya, kendati pada satu sisi menimbulkan kesulitan, namun pada sisi lain sikap itu masih menguntungkan, karena sikap tersebut membawa pengaruh atau efek cukup luas pada perkembanganya kehidupan keagamaan di Indonesia, yakni menepis budaya “paternalistik kiai = santri” melahirkan paham persamaan manusia ata egaliter serta membawa nuansa baru perkembangan pemikiran Islam di Indonesia. Sehingga studi-studi tentang pembaharuan Islam di Indonesia dapat dianggap kurang valid, jika tanpa melibatkan Muhammadiyah sebagai objek kajian.
Memang pendidikan Muhammadiyah yang bersifat tengah-tengah, sangat penting peranannya untuk meraih perpaduan, atau rekonsiliasi antara Islam dan pemikiran Barat. Dan lulusannya dapat menjembatani kesenjangan antara kaum santri tradisional dan intelektual lulusan pendidikan Barat. Mereka sekrang tersebar pada berbagai posisi strategis di birokrasi pemerintahan, mereka juga memiliki komitmen emosional yang kuat dengan Muhammadiyah.
Sikap yang demikian, menunjukkan bahwa sejak awal berdirinya, Muhammadiyah memang sengaja tidak memperhatikan sistem pendidikan pesantren. Karena beberapa catatan historis membuktikan, bahwa Muhammadiyah pernah merintis dan berhasil membangun pesantren.
4. Pesantren Muhammadiyah
Riwayat pesantren Muhammadiyah dapat ditelusuri jejak-jejak ketika pertama kali KH. Ahmad Dahlan mencoba mendirikan pesantren yang dinamakan dengan “pondok Muhammadiyah” pada tahun 1912.
Cikal bakal dari pesantren tersebut adalah lembaga pendidikan yang semula bernama “ Al Qismul Arga”. Lembaga pendidikan yang berkali-kali berganti nama tersebut, bentuk finalnya adalah sebagaimana yang disaksikan di Yogyakarta, yakni pondok Mualimin dan Mualimat.
Karel A. Steenbrink dalam bukunya “ Pesantren, Madrasah, dan Sekolah” juga mencatata bahwa pada tahun 1968, pimpinan Muhammadiyah di Yogyakarta mencoba membuat pola pendidikan baru yang dinamakan dengan “ Pendidikan Ulama Tarjih”. Usaha itu dimulai dengan membentu suatu kelompok dengan anggota paling banyak 25 orang. Kelompok ini selama tiga tahun secara tetap belajar pada seorang guru (kiai) seperti di pesantren. Waktu belajar dilaksanakan di sekitar waktu sholat, pelajaran diberikan tiap hari, kecuali hari Jumat, tidak mengenal hari libur dan tidak diberikan ijazah yang diakui pemerintah. Selama jam belajar para santri tidak duduk diatas bangku melainkan bersila diatas lantai. Pada tahun kedua diberikan pelajaran tambahan Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Ilmu Pendidikan. Tiap hari Senin dan Kamis mereka diwajibkan berpuasa. Sekalipun pada awal pendidikan para peserta diwajibkan mengucapkan bai’at untuk mengikuti program itu selama 3 tahun, karena program ini dianggap agak berat, maka dari 25 peserta itu akhirnya tinggal 10 orang dan sesudah 2, 5 tahun kemudia tinggal 5 orang. Usaha itu akhirnya gagal dan dihentikan.
Usaha pendidikan pesantren ini oleh Steenbrink dinilai gagal dan sebagai usaha yang sia-sia, dan justru dengan ini Muhammadiyah dalam sistem pendidikan mengalami set back.
Untuk itu maka pengembangan pesantren Muhammadiyah yang diharapkan mampu menjadi basis lahirnya ulama-ulama Muhammadiyah perlu dipertimbangkan secara serius. Tetapi kenyataannya perkembangan pesantren Muhammadiyah ini memang tidak begitu pesat.
Demikianlah bagaimana perjuangan Muhammadiyah di bidang pendidikan khususnya, sehingga dewasa ini organisasi perserikatan Muhammadiyah tersebar ke seluruh pelosok tanah air, secara vertikal dan diorganisasikan dari tingkat pusat, wilayah, Daerah, Cabang dan Ranting.
Untuk menangani kegiatan yang beraneka ragam tersebut dibentuklah kesatuan-kesatuan kerja yang bertugas membentuk Pimpinan Perserikatan menurut bidangnya masing-masing.
Kesatuan-ksatuan kerja ini berbentuk majelis-majelis, antara lain : Majelis Tarjih, Majelis Tabligh, Majelis Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, Majelis Pembinaan Kesejahteraan Umat (PKU), Majelis Pustaka dan Majelis Bimbingan Pemuda.
Disamping hal-hal tersebut masih terdapat organisasi-organisasi otonom dibawah naungan Muhammadiyah seperti Aisyiyah (bagian wanita), Nasyiatul Aisyiyah (bagian putri-putrinya), Pemuda Muhammadiyah dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Sedangkan dibidang kepanduan juga tidak ketinggalan, yaitu Hizbul Wathan.
D. Muhammadiyah di Kalimantan Selatan
Muhammadiyah di Kalimantan Selatan berdiri dimulai dari Alabio, Kabupaten Hulu Sungai Utara pada tahun 1925 yang dipelopori H.M Japeri dan H. Usman Amin. Setelah Muhammadiyah berdiri di Alabio barulah menyebar keseluruh Kalimantan Selatan .
Kehadiran organisasi Muhammadiyah memberikan pengaruh dalam lapangan pendidikan, keagamaan, maupun sosial. Dalam lapangan keagamaan, sumbangan positif yang diberikan Muhammadiyah di Kalimantan Selatan adalah gerakan pemurnian ajaran Islam di TBC (Tahayul, Bid’ah dan Churafat) dalam segala bentuk baik menyangkut aqidah maupun syariah.
Muhammadiyah melakukan penelitian soal-soal ibadah. Segala amal perbuatan yang dipandang ibadah oleh masyarakat diteliti dan dicari sumber hukum dan dasarnya, mengingat pada saaat itudalam masyarakat Islam di daerah ini terdapat perbuatan yang dianggap bid’ah seperti pembacaan syair maulid, manaqib Syekh Abdul Qadir Jailani dan sebagainya.
Muhammadiyah juga mempelopori khutbah jum’at berbahasa melayu, menterjemahkan al-Quran, menyalin ayat dan hadits dalam ejaan latin, serta menerbitkan buku-buku pelajaran agama beraksara latin. Selain itu dilaksanakan juga sembahyang Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha di tanah lapang dan menganjurkan kaum wanitanya untuk ikut ke tanah lapang dan melaksanakan takbiran sebagai upaya meningkatkan Syiar Islam.
Dalam lapangan sosial Muhammadiyah sangat menekankan amal-amal saleh, tidak hanya menyangkut kewajiban seperti shalat, puasa dan haji, tetapi juga ibadah sosial seperti mengintensifkan fungsi zakat, pendirian panti asuhan anak yatim seperti yang didirikan di alabio pada tanggal 1 Mei 1938 yang diketuai oleh H. Usman Amin. Lahirnya gerakan Muhammadiyah di bidang sosial, di sisi lain juga didorong oleh kegiatan misi dan zending Kristen yang mendirikan Rumah Sakit dan Poliklinik di tengah-tengah orang Islam. Oleh karena itu, pada hari Jumat oleh PKU Muhammadiyah didirikan sebuah Poliklinik Muhammadiyah di Banjarmasin dengan pelopornya Saleh Bal’ala, Ali Jagau, dan Bakri dengan dr. Sosodoro Jatikusumo sebagai dokternya. Masjid dan Mushalla Muhammadiyah se-Kalimantan Selatan ada 63 buah Masjid dan Mushalla 61 buah. Badan usaha yang dimiliki Muhammadiyah adalah koperasi 12 buah, rumah sakit 1 buah, BMT 2 buah, makbarah 2 buah dan tempat-tempat pendidikan (Sekolah, madrasah dan pondok pesantren), dan lain-lain.
Demikianlah tentang riwayat singkat KH. Ahmad Dahlan, peran Muhammadiyah dalam Pendidikan Islam di Indonesia, dan sekilas tentang Muhammadiyah di Kalimantan Selatan.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaruan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaruan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. la ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Quran dan al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 Nopember 1912.
Tujuan perkumpulan ini meluaskan dan mempertinggi pendidikan agama Islam secara modern, serta memperteguh keyakinan tentang agama Islam, sehingga terwujudlah masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Dalam rangka pencapaian tujuan yang diinginkannya, Muhammadiyah telah mendirikan sekolah-sekolah tersebar hampir di seluruh persada Nusantara. Sekolah-sekolah ini dikelola Muhammadiyah disamping mengutamakan pendidikan agama Islam, juga memberikan mata pelajaran umum sebagaimana halnya pendidikan yang dikelola oleh pemerintah. Muhammadiyah bukan hanya semata bergerak di bidang pengajaran, tapi juga lapangan-lapangan lain, terutama menyangkut sosial umat Islam. Di antara usaha yang dilakukan Muhammadiyah adalah melalui pendidikan dan tarjih, disamping Muktamar Muhammadiyah selalu berusaha mendapatkan cara-cara baru dalam melaksanakan ajaran Islam, sehingga bisa lebih dipahami dan diamalkan oleh ummat Islam Indonesia.
Kehadiran organisasi Muhammadiyah di Kalimantan Selatan memberikan pengaruh dalam lapangan pendidikan, keagamaan, maupun sosial. Dalam lapangan keagamaan, sumbangan positif yang diberikan Muhammadiyah di Kalimantan Selatan adalah gerakan pemurnian ajaran Islam di TBC (Tahayul, Bid’ah dan Churafat) dalam segala bentuk baik menyangkut aqidah maupun syariah.
DAFTAR PUSTAKA
Basri, Hasan. Filsafat Pendidikan Islam, Bandung, CV. Pustaka Setia, 2009
Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 1995
Ramayulis dan Samsul Nizar. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Kalam Mulia, 2009
Syahriansyah. Sejarah Muhammadiyah di Kalimantan Selatan (1925-2007), Banjarmasin, Antasari Press, 2011
http://adji-anginkilat.blogspot.com/2010/10/tokoh-pemikir-pendidikan-islam-kh-ahmad.html