NISAN BERDARAH
Cerita Rakyat
Antara Martapura dan Djohor
Mashor adalah pemuda yang bertempat tinggal di desa yang sekarang sekitar Pekauman dan Teluk Selong. Mashor berasal dari keluarga yang miskin, tetapi mempunyai pendidikan yang tinggi dan budi akhlaknya tinggi. Dia mempunyai keahlian membaca Al-Quran yang sangat indah didengar. Mashor sebagai orang yang tidak mampu ikut bekerja di rumah Fatimah sebagai pembantu.
Fatimah merupakan gadis dari keluarga kaya dan tedrpandang. Mereka tinggal disebarang desa Mashor, mungkin sekarang daerah Kampung Melayu. merupakan keluarga pedagang yang mempunyai hubungan dagang keluar daerah. Terutama daerah Singapura.
Mashor sebagai pembantu mempunyai banyak pekerjaan yang harus dilakukannya seperti menimba air, memotong kayu, dan lain-lain. Hari demi hari, bulan demi bulan, itu itu saja yang dilakukannya untuk membiayai hidup dan orang tuanya, Selama bertahun tahun Mashor bekerja dirumah keluarga kaya itu, bahkan sejak Mashor dan Fatimah masik kanak kanak,.
Waktu terus bergulir, Mashor dan Fatimah sama sama berkembang tumbuh menjadi pemuda dan gadis yang beranjak dewasa. Dan seiring perkembangan itu membuat Fatimah dan Mashor secara tidak sadar saling jatuh hati .
Tetapi karena Mashor pemuda yang cerdas, membuat ia sadar bahwa dirinya tidak sepadan dengan gadis pujaannya karena status sosial yang sangat jauh berbeda, hingga keduanya berupaya menjaga ketat kerahasiaan hubungan percintaan mereka, membuat hubungan mereka tidak diketahui oleh keluarga.
Orang tua Fatimah sangat menyadari kelebihan yang ada pada diri pembantunya itu, dan merekapun mengagumi pemuda itu, karena itu maka secara diam diam ayah Fatimah selalu memperhatikan pesuruhnya itu. Akhirnya Ayah Fatimah menyadari bahwa antara anak gadisnya ada hubungan istimewa dengan pemuda itu, lalu secara diam diam ayah Fatimah bermaksud menjodohkan Fatimah dengan Mashor.
Untuk meyakinkan dugaannya akan kebaikan dan kemuliaan akhlak Mashor, , maka ayah Fatimah mengatur siasat.
Suatu hari ia memanggil Mashor, ia suruh Mashor menemani Fatimah malam nanti, karena mereka suami isteri akan bepergian ke luar kota Martapura. Lalu, sehabis asar, ayah Fatimah bersama isterinya berangkat dengan kenderaan kereta kuda,
Selama diperjalanan, ibu Fatimah memperotes suaminya, kenapa ia suruh Mashor menemani Fatimah, hanya berdua hingga malam hari lagi, ibunya Fatimah sangat khawatir kalau kalau terjadi hal hal yang tidak pantas antara mereka berdua, mengingat mereka berdua sama sama anak muda. Ayah Fatimah, tidak maladeni omelan isterinya, bahkan ia hanya tersenyum untuk meyakinkan isterinya.
Namun setibanya ditempat tujuan, setelah beristirahat, menjelang magrib, ayah Fatimah kembali ke Martapura seorang diri. Sampai di Martapura, hari mulai agak gelap, ayah Fatimah mendekati rumah secara sembunyi, dan mengendap kebawah kolong rumah panggungnya.
Sambil menahan gigitan nyamuk, ayah Fatimah berusaha menahan diri agar keberadaanya tidak diktahui oleh anak dan pembantunya itu. Ia berusaha mengintip apa yang mereka lakukan, sambil terus waspada, siap menyerbu jika saja Mashor melakukan pebuatan tidak senonoh.
Waktu magrib tiba, ia mendengar obrolan ringan antara Mashor dengan Fatimah, ia pasang telinga mendekat kelantai rumah diatas kepalanya agar dapat mendengarnya dengan lebih jelas,
Ading Timah ! Unda handak sambahyang magrib, ayu kita baimaman ( Dik Fatimah, aku mau sholat magrib, mari kita berjamamah ),
Enggeh Ka Mashor, tapi kita kada boleh baduaan sakamar ( ya Kak Mashor, tapi kita tidak boleh berdua saja dalam satu kamar )
Kada usah kita sakamar, Nyawa buka haja lawang tu supaya kamar kita tasambung, Unda sambahyang disini Nyawa disana ( tidak usah sekamar, cukup buka pintunya saja agar dua kamar ini terhubung, aku disini, kamu disana)
Mereka sholat magrib berjamaah tapi tetap dikamar masing masing. dilanjutkan dengan wirid dan do a. Usai sholat, kedua anak muda itu pun melanjutkan pembicaraan, sayup kedengaran kebawah kolong rumah, karenanya ayah Fatimah sekali lagi harus mendekatkan telinganya kelantai rumah diatas kepalanya, hingga pembicaraan anak dan pembantunya itu cukup jelas didengarnya, keduanya mengungkapkan perasaan hatinya dari kamar masing masing.
Fatimah, dan Mashor berjanji untuk dapat hidup bersama, sama sama berusaha menyingkirkan apapun halangan yang akan mereka alami nantinya, keduanyapun saling bersumpah setia, dan dalam ucapan janjinya Mashor pun menambahkan dengan kalimat “Ashadu allailaha illallah”…. Dan Fatimah menyambungnya dengan kalimat “Asyhadu annna Muhammadarrasulullah” Baik Mashor maupun Fatimah, sama sama berdo a dalam hatinya, agar tidak dimatikan oleh Allah sebelum dipersatukannya bagaikan bersatunya dua kalimat syahadat yang mereka ucapkan.
Setelah itu sudah nampak jelaslah bagi ayah Fatimah, bagaimana mulianya akhlak Mashor, yang ternyata sangat dicintai oleh anak gadisnya, jangankan menyentuh perempuan yang bukan muhrimnya, untuk sholat berjamaah saja ia tidak mau berduaan dalam satu kamar dengan gadis yang dicintainya.
Ayah Fatimah buru buru mengendap endap keluar kolong, pergi meningalkan rumah itu, dan kembali keluar kota, secepatnya agar bisa sholat magrib sebelum habis waktunya.
Usai sholat magrib, ia panggil isterinya, ia ceritakan apa yang didengarnya, dan ia meyakinkan isterinya bahwa Mashor pembantunya itulah pemuda yang sangat cocok untuk jodoh anak mereka Fatimah, karena sudah teruji kejujuran dan kemuliaan akhlaknya.
Waktupun berlalu, Mashor tetap bekerja sebagaimana biasa, tapa ada yang menyadari perihal hubungan asmara antara dirinya dengan anak majikannya, bahkan keduanya tidak menyadari klau kedua orang tua Fatimah sudah mengetahuinya.
Suatu hari, datanglah sepucuk surat dari Pengadilan Agama Malaysia, isinya memberitahukan bahwa seorang laki laki yang berasal dari Martapura telah meningal dunia, meninggalkan sebidang kebun karet di wilayah Johor, tanpa ada ahli warisnya di Malaysia. Menurut pihak Pengadilan, setelah melakukan penelitian , ternyata ahli waris satu satunya dari orang yang meninggal itu adalah bernama Mashor yang tinggal di Martapura, dan saat itu harga karet sedang bagus bagusnya.
Mashorpun bermaksud berangkat ke Johor untuk mengurus harta warisan yang diperolehnya. Ia berpamitan kepada majikannya, termasuk kepada Fatimah gadis yang dicintainya.
Saat Mashor berpamitan, Fatimah berjanji untuk menunggunya, dan Mashor selesai urusannya di Johor segera kembali dan suatu saat akan melamarnya. Sebelum berangkat, mashor bermohon diri kepada segenap anggota keluarga itu,
Berselang beberapa waktu setelah kepergian Mashor ke Malaysia, meletus konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia, seiring dengan itu Mashor pun tidak ada kabar beritanya lagi.
Suatu hari datanglah utusan dari keluarga kaya bernama Muhdar yang masih ada hubungan keluarga dengan Fatimah, membawa kabar bahwa keluarga itu hendak badatang (melamar) Fatimah.
Mengingat sudah sekian lama orang tua Fatimah tidak mendengar kabar tentang keberadaan Mashor seeiring meletusnya konfrontasi, maka kedua orang tua itu berusaha membujuk Fatimah agar mau menerima lamaran keluarga Muhdar. Dngan persaan galau ditengah ketidak pastian keberadaan Mashor, Fatimah tidak berdaya menolak bujukan orang tuanya, hingga meski dengan berat hati ia mesetujui keinginan ibu bapaknya untuk menerima lamaran Muhdar, dia sadar kalau menentang kemauan orang tuanya sama saja dengan menyakiti perasaan mereka, padahal menyakiti hati orang tua adalah perbuatan yang durhaka Dia kenal betul perangai Muhdar, walaupun kaya tetapi dia tidak mempunyai budi pekerti dan ilmu agama sebaik Mashor. Dan ia tidak dapat mendustai hatinya yang masih tetap setia mencintai Mashor, cinta yang diyakininya membawa kebahagian di dunia dan di akhirat, yaitu hidup bersama Mashor, pemuda yang alim dan baik budi.
Utusan keluarga Muhdar datang melamar, lengkap dengan barang bawaan, sesuai dengan derajat kekayaan orang tersebut saat itu. Niat Muhdar disambut baik oleh keluarga Fatimah, mereka sepakat untuk mengadakan perkawinan besar-besaran. Hal ini tidak menjadi beban bagi Muhdar karena kekayaannya .
Keluarga Muhdar datang dengan beberapa kapal besar yang membawa jujuran ( mas kawin ). Ada kapal yang membawa isi kamar lengkap,perhiasan emas dan batu permata, ada pakaian wanita yang indah-indah. Bagi keluarga Muhdor semua itu hal biasa, karena bisnis dagang keluarga ini hingga ke Singapura berupa batu permata dan kain. Mereka mempunyai banyak pelanggan di Singapura. Pada jaman tersebut sungai Martapura digunakan sebagai jalur perdagangan. Kapal-kapal besar pedagang Martapura sering berangkat membawa barang dagangan ke Pulau Jawa dan Sumatera hingga Singapura dan Malaysia. Sesuai dengan jalur perdagangan dunia antara Malaysia dan pulau Sumatera.
Akhirnya acara pernikahanpun dilangsungkan, dan pada saat bersamaan Mashor tiba tiba datang.
Dengan segala kebesaran jiwanya, dan karena cinta yang tulus kepada Fatimah, Mashor merelakan Fatimah dinikahkan dengan laki laki pilihan orang tuanya, ia relakan Fatimah memenuhi permintaan orang tuanya karena Fatimah harus berbaktinya kepada ibu bapaknya.
Sebagaimana lazimnya adat, keluarga dan tetangga bergotong royong menyiapkan upacara itu, manajak sarubung (membuat tarub), manajak tungku pangawahan ( membuat tongko untuk kuali besar ), menghias rumah dan kamar pengantin, Dengan segenap kekuatan jiwanya, menahan perasaan, Mashorpun ikut membantu segala persiapan itu.
Saat Mashor memindahkan kayu bakar kesamping rumah, tiba tiba dari jen dela ada yang membuang sampah dan sampah itu mengenai Mashor. Mashor menengadah, dan dari jendela muncul kepala seorang perempuan yang ternyata adalah Fatimah, mereka bersadu pandang, tanpa senyum, tak sepatahpun kata terucap, namun dalam hatinya Mashor berkata “duh nasibku, orang kucintai, sudah berjanji sehiiiiiiiiiiidup semati, kini menikah dengan orang lain, bahkan kini aku ditimpuki sampah……………..
Fatimah dalam hatinya juga berkata, maaf Kak Mashor, kasihan sekali, aku tidak sengaja, maafkanlah aku Kak!………………
Malam pertama, sebagai perempuan yang mengerti dan taat beragama, Fatimah sadar ia harus melayani suaminya Muhdor. Tapi disebagian hatinya ada rasa bersalah, besalah kepada Mashor karena ia pernah berjanji untuk hidup bersama denganMashor, janji yang diikat dengan sama sama mengucapkan dua penggalan kalimah syahadat, sepenggal diucapkan oleh Mashor dan sepenggal lagi diucapkan oleh Fatimah.
Fatimah meminta izin kepada Muhdor suaminya, ntuk meminta ridlo kepada Mashor karena ia tidak dapat menepati janjinya dulu untuk hidup bersama. Muhdor mengizinkan dengan syarat bahwa Fatimah hanya boleh bertemu dan berbicara kepada Mashor dari depan rumah sementara Mashor tetap di dalam rumah, Mashor tidak boleh keluar umah barang selangkah, dan Fatimah tidak boleh masuk rumah Mashor selangkah juapun. Muhdor bisa percaya pada Fatimah karena ia tahu isterinya itu memang wanita salehah yang dapat dipercaya.
Malam itu, Mashor yang sedang berbaring sedari tadi, namun matanya tidak kunjung mengantuk, khayalannya mengembara kemana mana, tiba tiba ia mendengar langkah kaki, langkah kaki itu seperti sudah dikenalnya, namun ia tidak memastikan itu siapa, semakin dekat bunyi langkah itu semakin jelas, ia seakan mendengar bunyi langkah kaki Fatimah. Dan Mashor pun langsung melompat dari pembaringannya begitu ia mendengar pintu depan rumah diketuk.
Mashor tidak yakin yang datang malam itu adalah Fatimah, meski demikian ia tetap membuka pintu tapi tidak mempersilakan Fatimah masuk, karena ia sadar bahwa yang datang malam itu adalah isteri orang dan ia sendiri sedang sendirian dirumah.
Fatimah mengemukakan maksudnya untuk meminta maaf karena tidak bisa menepati janjinnya, karenanya ia meminta Mashor agar sama sama menarik kembali janji mereka dulu dengan sama mengucapkan kembali dua kalimah syahadat. Lalu Fatimah mengucapkan kalimat “Asyhadu allailaha illallah”…. dan Mashor pun mengucapkan “Asyhadu anna muhamadarrasulullah”
Fatimah pun pulang. Sepulangnya Fatimah, mashor kembali dalam kesendiriannya
Mashor yang belum tidur melihat dari kejauhan warna merah di langit yang menadakan ada kebakaran besar. Dia yakin kebakaran itu berada di rumah Fatimah. Tanpa peduli apapun dia langsung berlari mengambil jukung. Setelah sampai di rumah Fatimah dia diberitahu bahwa Fatimah terjebak di dalamnya.
Malam itu, rupanya Muhdar dan Fatimah tidur di kamar penganten. Belum sempat malam pertama itu terjadi ternyata rumah Fatimah terbakar akibat api dapur yang lupa di matikan. Muhdar lari keluar dengan segera menyelamatkan diri, tanpa memperdulikan Fatimah. Api semakin membesar, Fatimah terjebak di dalamnya.
Sesampainya dirumah Fatimah yang terbakar itu, dengan kekuatan Cintanya Mashor menerobos api. Ia menemukan Fatimah dalam keadaan pingsan karena terlalu banyak menghirup asap. Dia angkat Fatimah dalam gendongan melewati api yang besar. Dengan badannya dia melindungi Fatimah dari jilatan api dan kayu rumah yang berjatuhan. Setelah dia sampai diluar, Mashor disambut Muhdar dengan merebut Fatimah dari pangkuan Mashor., Mashor pun pingsan karena terlalu banyak luka bakar yang dialaminya.
Keluarga Fatimah memerintahkan agar mashor dirawat kembali di gubuk tempatnya bekerja. Dan menginginkan agar peristiwa heroic ini jangan sampai diketahui Fatimah.
Subuh harinya mashor tidak bisa bertahan. Dia meninggal karena luka bakar yang terlalu parah. Setelah sholat dzuhur dia dimakamkan di daerah perkebunan karet tersebut. Atau tepatnya sekarang berada di desa Tungkaran. Makam Mashor sederhana dengan nisan ulin. Untuk mencegah gangguan babi hutan kuburannya diberi pagar dari bambu.
Semuanya berada di pemakaman, baik teman-teman Mashor maupun keluarga Fatiamah. Tetapi Fatimah tidak mengetahui kematian ini. Dia masih lemah di kamar rumah Muhdar. Dia masih bertanya di dalam hati bagaimana dia bisa selamat, padahal suaminya sendiri meninggalkannya saat kebakaran itu terjadi.
Sewaktu malam hari pertanyaan itu di keluarkannya pada acil ijah yang sejak kecil merawatnya. Acil ijah tahu betul perasaan Fatimah kepada Mashor. Karena tidak dapat mendustai tuannya yang sejak kecil dia pelihara tersebut akhirnya dia ceritakan peristiwa kebakaran itu.
Fatimah yang sangat rindu Mashor akhirnya menanyakan keberadaan Mashor. Dengan sangat hati-hati acil ijah menceritakan kematian Mashor dan memberitahukan letak kuburannya. Dia berjanji menemani Fatimah besok pagi untuk ziarah ke kuburan Mashor.
Fatimah Sangat terpukul hatinya mengetahui pemuda yang menyelamatkannya dan dicintainya telah tiada. Menangislah Fatimah sejadinya. Setelah semua orang terlelap tidur, jam 3 subuh tanpa sepengetahuan yang lain Fatimah keluar rumah. Dia tidak dapat menyimpan perasaan rindu dan dukanya.
Tanpa menunggu siang dia bertekad harus menemukan kekuburan mashor. Dia tidak yakin kekasihnya sudah meninggal jika tidak menemukan kuburannya langsung. Dia seberangi sungai Martapura dan berjalan menyisir jalan setapak. Dia masih ingat letak kebun karet keluarganya ketika ayahnya pernah mengajaknya sewaktu kecil. Malam itu hari hujan dengan deras tetapi tidak menyurutkan hati Fatimah, di dalam hatinya hanya ada satu nama Mashor. Dipikirannya hanya ada satu wajah Mashor pemuda yang sangat mengerti dirinya. Setelah tiba di kebun karet keluarganya, Fatimah tanpa sadar dan mungkin karena ilusi yang muncul karena obsesinya bertemu mashor, dia melihat Mashor berdiri, tersenyum
kepadanya di tengah rintik hujan.
Tanpa berpikir panjang Fatimah berlari ingin memeluk tubuh kekasihnya, melepaskan segala kerinduannya. Fatimah menubruk tubuh lelaki itu, hingga ia seniri terjatuh, tanpa disadarinya pagar yang terbuat dari bambu yang melindungi kuburan Mashor menusuk tubuh Fatimah tepat di dadanya. Darah mengucur dan menetes di atas kubur Mashor dan melumuri nisannya. Fatimah meninggal dengan senyum, dia yakin telah menemukan cintanya, NISAN BERDARAH sebagai saksinya.
ARTIKEL TERKAIT:
Post a Comment
Mari kasih komentar, kritik, dan saran. Jangan lupa juga isi buku tamunya. :D
NB: No Porn, No Sara', No women, No cry