HOME, is not a PLACE, it's a FEELING
Ada yang
pisah dari ortu nggak tinggalnya? Kost, ngontrak, atau ikut keluarga mungkin?
Kalau iya, pasti kalian pernah ngerasain apa maksud postingan ini ntar.
Jadi, jam
11an malam, iseng2 stalking Timeline @popokman. Tau dia kan? Yang jelas sih doi
bukan mantan aku, tapi salah satu selebtwit sekaligus pahlawan 'nggak
kesampaian' kebanggaan Indonesia (bayar Pok, udah dipuji nih :p), twitpict foto
ini yang bertuliskan "HOME ~is not~ A PLACE. It's a feeling".
Pas baca,
senyam-senyum kepedean nggak jelas. Kok kepedean? Ya iya lah. Aku banget
soalnya.
Aku, sebut
saja sitampan, udah nggak satu rumah sama keluarga sejak lulus SD, sampai belum
lulus2 S1. Total hampir nggak satu rumah udah 13tahun! Wajar kan senyam-senyum nggak jelas bacanya.
Kembali ke
topik, "HOME ~is not~ A PLACE. It's a feeling". Maksudnya, entah ini
pas atau nggak, bodo amat, bahwa arti sebenarnya dari rumah sendiri adalah
'rasa', tepatnya rasa nyaman, bukan hanya masalah tempat.
Simpelnya
gini, kalau kita merasakan nyaman, betah disamping pacar, gebetan, ataupun
toilet, maka itu dapat dikatakan 'home'. Ada yang bagi pendaki, gununglah
'home' dia. Atau para kuncen, kuburanlah 'home' mereka.
Pernah kan
denger orang ngomong "Nggak betah dirumah"? Nah, itu berarti ada yang
salah. Dan kayaknya yang salah itu orang yang diam dirumah itu, bukan rumahnya.
Rumah itu seperti senioran pas ospek, nggak pernah salah. Jadi, yang harus di
perbaiki itu orang2 yang diam disana. Misalkan keluarga yang kurang harmonis,
maka diperbaiki biar makna dari 'rumah' itu bisa kembali.
Kalau anak
yang lama misah rumah, kost misalkan, semakin lama dia misah, maka akhirnya
semakin jarang dia kangen rumah tempat kelahirannya (tempat loh ya, bukan orang
tuanya). Aku yakin. Dan itu wajar. Kenapa? Karena manusia pada dasarnya adalah
makhluk penjelajah. Jadi wajar kalau dia pada akhirnya menemukan 'rumah'
barunya.
Kita tidak
dapat membangun fisik rumah secara bebas, tapi kita bisa merasakan 'rumah'
dengan bebas. Dan ini juga bisa memberi energi positive ke kita. Caranya?
Misal nih
ya, kita senang baca, maka anggap aja perpustakaan, atau toko buku itu rumah
kita. Bikin perasaan nyaman disana agar kita betah. Jadi kita merasa pengen
kesana terus.
Sama
misalkan dikaitkan sama ngeblog. Anggap ngeblog itu rumah kita, teman2 blogger
itu keluarga, pasti nanti rajin ngeblog. Kalau aku, masih 50:50 lah ya antara
ngeblog sama twitter rumahnya. Huehehee
Tapi ingat,
sebaik apapun 'rumah' kita sekarang, tetap, rumah kelahiran harus
dipertahankan.:)
ARTIKEL TERKAIT:
7 Ninggal jejak
Nyanyi dong, Zi. Lagunya ada kan tuh, a home is not a house wkwkw
aku betah semuanya, ngeblog betah, twitteran betah, keperpus betah, dirumah betah, dikosan betah, semua deh *yng positif ya :P , tapi tugas kuliah selalu merebut waktu, tapi aku tak mempermasalahkan itu. hanya saja saat aku di perpus, aku lupa segalanya , tugaspun lupa haha
(y) setujuu deh kakak. :))
rumah bukan sekedar tempat dia adalah jiwa
Mau yang versi siapa nih? ^q^ Etapi, nggak deh. Ntar Ariel kerja apa. hihii
Diperpus sama gebetan ya Wi? Sampai lupa gitu. (oxO) hihiii
Anak kost juga? *tosss*
bagus sekali postingannya keep blogging yah
tolak angin tablet
Post a Comment
Mari kasih komentar, kritik, dan saran. Jangan lupa juga isi buku tamunya. :D
NB: No Porn, No Sara', No women, No cry