ISLAM SEBAGAI OBJEK KAJIAN BIDANG FIQIH DAN USHUL FIQIH
ISLAM SEBAGAI OBJEK KAJIAN BIDANG
FIQIH DAN USHUL FIQIH
A. Pengertian Fiqih.
Menurut bahasa “Fiqih” berasal dari kata “faqiha-yafqahu-fiqhan” yang mempunyai arti mengerti atau paham. Dari sinilah ditarik perkataan fiqh, yang memberikan p;engertian memahami dan mendalami ajaran-ajaran agama islam secara keseluruhan.
Sedangkan menurut istilah, para ulama berbeda-beda dalam mendifinisikan fiqih. Menurut Al-ghazali dari mazhab Syafi’I fiqih adalah suatu ilmu tentang hukum-hukum syara yang tertentu bagi perbuatan para mukallaf, seperti wajib, haram, mubah, sunnah, makruh, sah, fasid, batal, dan yang sejenisnya.
Selain itu ada juga yang mengatakan bahwa fiqih adalah ilmu tentang hukum-hukum syara yang berhubungan dengan perbuatan manusia (amaliah), yang diketahui melalui dalil-dalilnya yang terperinci dan dihasilkan dengan jalan ijtihad.
B. Objek Bahasan Fiqih.
Dari pengertian fiqih yang telah diuraikan di atas, jelas bahwa objek pembahasan fiqih adalah aspek hukum setiap perbuatan mukallaf serta dalil-dalil dari setiap perbuatan tersebut. Artinya membahas bagaimana seorang mukallaf mengerjakan shalat, puasa dan lain-lain yang berkaitan dengan fiqih ibadah, bagaimana melaksanakan kewajiban-kewajiban rumah tangganya, apa yang harus dilakukan terhadap harta anggota keluarga yang meninggal dunia dan sebagaianya.
Di sini juga dibahas tentang bagaimana cara melakukan muammalah, seperti jual beli, sewa menyewa, patungan dan sebagainya. Maksiat apa saja yang dilarang serta sangsinya apabila larangan tersebut dilanggar, atau bila kewajiban tidak dilaksanakan oleh seorang mukallaf dan lain-lain yang berkaitan dengan fiqih jinayyah.
C. Kegunaan Mempelajari fiqih.
Kegunaan mempelajari fiqih sangat banyak Secara garis besar kegunaan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :
Mempelajari ilmu fiqih berguna dalam member pemahaman tentang berbagai aturan secara mendalam. Artinya dengan mengetahui fiqih kita akan tahu aturan-aturan secara rinci mengenai kewajiban dan tanggung jawab manusia terhadap Tuhannya, hak dan kewajibannya dalam rumah tangga. Kita akan tahu cara-cara bersuci, shalat, zakat, puasa haji, pembagian warisan dan lain-lain.
Mempelajari fiqih berguna sebagai patokan untuk bersikap dalam menjalani kehidupan. Artinya kita akan mengetahui mana perbuatan-perbuatan yang wajib , sunat, mubah, makruh dan haram, mana perbuatan-perbuatan yang sah dan mana yang batal.
D. Sejarah Perkembangan Fiqih.
Pertumbuhan Fiqh atau Hukum Islam sampai sekarang dapat dibedakan kepada beberapa periode, seperti dibawah ini:
1. Periode Rasulullah.
yaitu periode insya’ dan takwin (pertumbuhan dan pembentukan) yang berlangsung selama 22 tahun dan beberapa bulan, yaitu terhitung sejak dari kebangkitan Rasulullah tahun 610 M sampai dengan kewafatan beliau pada tahun 632 M.
Sejarah pertumbuhan hukum islam dimasa Rasulullah berdasarkan wahyu yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad SAW, melalui malaikat Jibril secara berangsur-angsur yang dimulai dari Mekkah dan diakhiri di Madinah, kalau belum turun ayat Al-Qur’an mengenai sesuatu masalah, maka Nabi mengadakan ijtihad yang mendalam, sehingga akhirnya ijtihad beliau sesuai dengan ayat al-Qur’an, yang diturunkan kemudian. Berarti ijtihad Rasul dan sunnahnya tidak ada yang berlawanan dengan wahyu Allah. Disamping Nabi sendiri adalah sebagai sumber hukum, sebab segala sesuatu yang dilakukan Nabi adalah contoh yang baik bagi umatnya.
2. Periode Sahabat.
yaitu periode tafsir dan takmil (penjelasan dan penyempurnaan) yang berlangsung selama 90 tahun kurang lebihnya, yaitu terhitung mulai awal kewafatan Rasul pada tahun 11 H sampai dengan akhir abad pertama Hijriah (101 H atau 632-720 M).
Pertumbuhan hukum Islam pada masa sahabat, adalah karena Nabi telah meninggal, maka persoalan hukum atau fiqh dikembalikan kepada al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Di masa sahabat para penganut islam telah bertambah banyak dan daerahnya telah bertambah luas. Pada tempat-tempat yang baru memeluk Agama Islam itu terjadi berbagai masalah. Untuk menyelesaikan masalah itu para sahabat kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah. Apabila masalah hukum/fiqh tidak dijumpai penyelesaiannya di dalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi, maka para sahabat mengadakan ijtihad yang mendalam. Dan hasil dari ijtihad para sahabat dapat dipercaya dan menjadi sumber hukum syara’ atau fiqh islam.
3. Masa Ijtihad (Masa Muijtahid Dan Imam Mazhab).
Masa ini disebut juga dengan masa Tadwin (pembukuan) dan munculnya para imam mujtahid, dan zaman perkembangan serta kedewasaan hukum.yaitu berlangsung selama 250 tahun, terhitung mulai tahun 100 H sampai tahun 350 H (720-961 M).
Pada saat ini adalah zaman kemajuan di bidang hukum Islam. Ini disebabkan banyaknya masalah-masalah hukum yang harus diselesaikan, yang terjadi pada beberapa daerah Islam yang meluas itu. Para Tabiin-tabiin dimasa ini banyak yang berijtihad, sehingga mereka menjadi mujtahid-mujtahid besar dalam Islam. Semuanya itu telah menjadi sebab bagi tumbuhnya suatu golongan ahli dalam ilmu Islam, yang kemudian terkenal dengan sebutan “faqih” (lebih dari satu fuqaha’) yang mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan Islam selanjutnya.
Di antara mujtahid-mujtahid yang terkenal itu adalah:
Imam Abu Hanifah, seorang ‘alim keturunan Persia, lahir di Basrah tahun 80 H (699 M) bekerja dikuffah dan meninggal tahun 150 H (767 M). Abu hanifah terkenal sebagai Ahli al Ra’yu.
Imam Malik ibn Anas, lahir di Madinah tahun 93 H (713 M) dan meninggal tahun 179 H (795 M). Imam Malik terkenal sebagai ahli Hadits. Bukunya yang terkenal/termasyhur ialah yang bernama “Muwaththa”.
Imam Muhammad ibn Idris Al Syafei. Dilahirkan di Palestina tahun 150 H (767 M) dan meninggal pada tahun 204 H (802 M) di Mesir. Beliau adalah pendiri Mazhab Imam Syafe’i, terkenal seorang yang besar jasanya, terutama bukunya yang terkenal sampai sekarang ialah Al-Umm. Buku inilah yang menjadi dasar dari ilmu yang dikembangkannya bernama “Ushul Al Fiqh”.
Imam Ahmad ibn Hambali, lahir di Bagdad tahun 164 H (776 M) dan meninggal tahun 241 H (855 M). Ia terkenal sebagai ahli Hadits. Bukunya yang terkenal bernama “Musnad Ahmad ibn Hambal”, yang berisi 30.000 hadits. Beliau adalah pendiri Mazhab Hambali.
4. Periode Taqlid.
yaitu periode kebekuan dan statis yang berlangsung mulai pertengahan abad empat hijriah (351 H) dan hanya Allah yang mengetahui kapan berakhirnya periode ini.
Periode taqlid lahir pada abad ke 4 H (tahun ke 12 M), yang berarti sebagai penutupan periode ijtihad atau periode tadwin (pembukuan). Mula-mula masa kemunduran dalam bidang kebudayaan Islam, kemudian berhentilah perkembangan hukum Islam atau fiqh Islam. Dalam periode taqlid ini, kegiatan para ulama Islam banyak mempertahankan ide dan mazhabnya masing-masing.
E. Pembidangan Fiqih.
Sebagaimana diketahui, fiqih merupakan kumpuulan aturan-aturan yang meliputi berbagai hal perbuatan manusia. Tidak hanya berupa aturan mengenai semua hubunagn manusia dalam urusan priobadinya sendiri, tetapi juga semua hubungan manusi dengan manusia lain. Secara garis besar pembidangan fiqih terbagi menjadi dua, yaitu Bidang fiqih Ibadah dan Bidang fiqih muammalah(dalam arti yang luas).
1. Bidang Fiqih Ibadah.
Dalam Al-Qur’an surah Ad-dzariyat ayat 56. Allah SWT Menegaskan “ tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali semata-mata untuk beribadah kepadaku ”. berdasarkan dari ayat di atas jelas sekali bahwa manusia dalam hidupnya mengemban amanah untuk beribadah, baik dalam hubuingannya denagn Allah SWT, sesame manusia, maupun alam, dan lingkungannya. Bidang fiqih ibadah ini meliputi ;
Pembahasan tentang thaharah, baik thaharah dari najis atau dari hadas, seperti wudhu, mandi, tayammum.
Pembahasan sekitar zakat. Baik itu tentang wajib zakat, harta-harta yang wajib dizakati, nisab, haul, dan lain-lain.
Pembahasan sekitar puasa. Baik iktu puasa wajib atau puasa sunnah, dengan segala macam ketentuannya.
Pembahasan tentang haji.
Pembahsan sekitar jihad.
Pembahasan tentang sumpah.
Pembahasan tentang nazar.
Pembahasan tentang kurban.
Pembahasan tentang berburu.
Pembahasan tentang makanan dan minuman.
2. Bidang Muammalah Dalam Arti luas.
a) Bidang Al-akhwal al-syakhsiyah.
yaitu hukum keluarga yang mengatur hubungan angtara suami istri, anak dan keluarganya. Pokok kajiannya meliputi :
Pernikahan, yaitu akad yang menghallkan pergaulan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan serta menetapkan hak-hak kewajiban diantara keduanya.
Mawaris, yaitu mengandung pengertian tentang hak dan kewajiban ahli waris terhadap harta warisan, dan menentukan segala sesuatunya,.
Wasiat, yaitu pesan seseorang terhadap sebagian hartanya yang diberikan kepada orang lain atau lembaga tertentu.
b) Bidang muammalah(dalam arti sempit).
Di antara yang dibahas dalam bidang ini antara lain tentang jual beli, gadai, titipan, pinjam-meninjam, merampas atau merusak barang orang lain, dan sebagainya.
c) Bidang fiqih Jinayyah.
Yaitu yang mengatur cara-cara menjaga dan melindungi hak-hak Akllah SWT, hak masyarakat, hak individu dari tibdakan-tindakan yang tidak dibenarkan menurut islam. Adapun pembahsannya meliputi pembunuhan sengaja dan terslah disertai dengan rukun dan syaratnya, saksi pembunuhan, penganiayaan sengaja dan tidak sengaja, pembuktiannya, perzinahan, sangsi dan pembuktiannya. Dan lain sebagainya.
d) Bidang Qahda atau Al-ahkam al-murafat.
Di sini membahas tentang proses penyelesaian perkara dipengadilan. Oleh karena itu unsure yang dibahas tentang hakim, putusan yang dijatuhkan, pembuktian, pengakuan, keterangan dan saksi, sumpah, dan sebagainya.
F. Sumber-Sumber Hukum Fiqih.
1. Dalil.
Dalil ini bisa ditinjau dari beberapa segi, yaitu segi asalnya, segi ruang lingkupnya, dan segi kekuatannya.
Ditinjau dari segi asalnya ada 2 macam, yaitu :
Dalil Naqli, yaitu dalil-dalil yang berasal dari nash Al-qur’an dan Hadits.
Dalil aqli, yaitu dalil-dalil yang bukan dari nash tetapi dengan menggunakan akal pikiran, yaitu dengan berijtihad.
Ditinjau dari ruang lingkupnya ada 2 macam juga, yaitu :
Dalil kulli, yaitu dalil yang mencakup banyak satuan hukum.
Dalil Juz’I, yaitu dalil yang menunjukan kepada kesatuan persoalan atau hukum tertentu.
Ditinjau dari segi ruang lingkupnya juga ada 2 macam, yaitu :
Dalil Qat’I, terbagi menjadi 2 lagi, yaitu : qat’i al-wurud dan qat’i dalalalgh.
Dalil zhonni, terbagi menjadi 2 lagi, yaitu : zhonni al-wurud dan zhonni dalalah.
2. Urutan Sumber Hukum.
Sumber hukum yang disepakati oleh para ulama adalah Al-Qur’an, Hadits, sedangkan sumber lainnya separti Ijma, Qiyas, Istihsan, Mashlaha marshalah, Urf, istishab. Semua hukum tersebut diurutkan sebagai berikut :
Al-Qur’an.
Hadits.
Ijma.
Qiyas istihsan.
Mashlaha marsalah,
Urf.
Istishab.
G. Sebab-Sebab Perbedaan Pendapat.
Kita ketahui bersama bahwa dalam fiqih sering kita temui terdapat adanya perbedaan-perbedaan pendapat dikalangan para ulama, semua itu disebabkan karena berbeda dalam cara berijtihatnya, artinya masing-masing ulama mempunyai perbedaan pendapat dalam memahami kata yang ada dalam Al-qur’an atau hadits dan selain keduanya.
Pada masa imam-imam mujtahid Perbedaan pendapat ini pada dasarnya tidak memberikan pengaruh yang negative. Semua itu Karena mereka tahu pasti dimana dimungkinkan perbedaan pendapat dan dimana harus terjadi kesepakatan. Dengan demikian jika terjadi perbedaan pendapat pada saat itu mereka bisa saling menghargai satu sama lainnya.
Namun kisah menjadi lain, setelah orang mulai fanatic kepada satu madzhab atau kepada satu pendapat ulama, maka sering perbedaan pendapat ini mengakibatkan hal-hal yang tidak pada tempatnya, melampai batas-batas yang seharusnya dipegang bersama.
H. Model-Model Penelitian Fiqih.
Pada uraian berikut ini akan disajikan 2 model penelitian fiqih yang dilakukan oleh Harun Nasution dan Muhammad atha Muzhar,
a. Model Harun Nasution.
Penelitian harun Nasution dalam bidang fiqih beliau tuangkan secara ringkas dalam bukunya “Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek Jilid II”. Melalui penelitiannya secara ringkas namun mendalam terhadap berbagai literature tentang fiqih dengan menggunakan pendekatan sejarah. Dengan membaca hasil penelitiannya itu pembaca akan memperoleh informasi tentang jumlah ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan hukum, yang jumlahnya 368 ayat, dan 228 ayat merupakan ayat yang mengungkapkan soal kehidupan masyarakat umat, yaitu ayat-ayat yang berkaitan dengan hidup kekeluargaan, perkawinan, perceraian, hak waris dan sebagainya.
Selanjutnya, melalui pendekatan sejarah Harun Nasotion membagi perkembangan fiqih kedalam 4 periode, yaitu periode nabi, periode Sahabat, periode ijtihad serta kemajuannya, dan periode taqlid serta kemundurannya.
b. Model Muhammad Atha Mudzhar.
Dalam penelitiannya beliau bertujuan untuk mengetahui materi fatwa yang dikemukakan majelis ulama Indonesia serta latar belakang social politik yang melatarbelakangi timbulnya fatwa tersebut.
Kesimpulan dari penelitian beliau adalah, fatwa majelis ulama Indonesia dalam kenyataannya tidak selalu konsisten mengikuti pola metodoogi dalam penetapan fatwa yang disebabkan karena sejumlah factor diantaranya factor politik, salah satu contoh fatwa MUI yang dipengaruhi kebijakan pemerintah adalah mengenai masalah keluarga berencana.
Hasil penelitian tersebut terasa mengejutkan sebagian ulana fiqih tradisional, hal ini dinilai akan menghilangkan unsure keskralan atau kekudusan hukum islam. Para ulama khawatir penelitian tersebut akan meempatkan hukum islam sebagai hukum yang dapat diubah seenaknya. Kesan demikian tidak mengherankan karena secara factual fiqih yang selama ini dipelajari dari mulai tingkat dasar sampai dengan perguruan tinggi bersifat ahistoris atau kehilangan konteks sejarahnya. Pada umumnya orang yang mempelajari fiqih tidak menetahui factor sosio cultural serta lainnya yang ikut mempengaruhi terbentuknya hukum tersebut , akibat dari keadaan demikian, mereka tidak mengetahui persis konteks situasional yang menyebabkan kenapa pruduk hukum tersebut lahir.
I. Pengertian Ushul Fiqih.
Kata ushul merupakan bentuk jamak dari kata ashl yang secara etimologi mempunyai arti fondasi sesuatu, sedangkan secara terminology kata ashl mempunyai arti dalil (landasan hukum) atau qaidah. Sedangkan pengertian fiqih sudah dijelaskan di awal makalah ini.
Sedangkan pengertian ushul fiqih sebagai sebuah disiplin ilmu sama seperti fiqih terdapat banyak pengertian yang diutarakan para ahli. Anatara lain menurut Ibnu As-subki, menurut beliau ushul fiqih adalah himpunan dalil fiqih secara global. Sedangkan menurut Abdul Wahab Khalllaf ushul fiqih adalah ilmu pengetahuan tentang kaidah-kaidah dan metode penggalian hukum-hukum syara mengenai perbuatan manusia dari dalil-dalil yang terperinci atau kumpulan kaidah-kaidah tentang hal-hal tersebut.
Adpun menurut Drs. Muhammad Thalib, ushul fiqih adalah kaidah-kaidah yang merupakan sarana untuk mendaptkan hukumnya, perbuatan yang diperoleh dengan jalan mengumpulkan dalil secara terperinci.
J. Objek bahasan Ushul Fiqih.
Dari beberapa defenisi ushul fiqih di atas, terlihat jelas bahwa yang menjadi kajian ushul fiqih secara garis besar adalah :
Sumber hukum syara dengan semua seluk beluknya.
Metode pendayagunaan sumber hukum atau metode penggalian hukum dari sumbernya.
Persyaratan orang-orang yang berwenang melakukan istinbath.
K. Sejarah Perkembangan Ushul Fiqih.
Uahul fiqih lahir sejak abad ke-2 H, ushul fiqih pada abad pertama hijriah memang tidak diperlukan lantaran keberadaan Rasulullah SAW masih bisa mengeluarkan fatwa dan memutuskan suatu hukum berdasarkan Al-Qur’an.
Orang yang mula-mula menciptakan ilmu Ushul fiqh adalah Imam Syafe’i. Beliau menulis sebuah risalah yang dijadikannya sebagai Muqaddimah bukunya yang bernama Kitab Al-Umm. Jadi dengan demikian Imam Syafe’i adalah pendiri dan pencipta utama tentang Ilmu Ushul Fiqh. Usaha beliau itu diikuti oleh tiga orang ulama yang termasyhur diantaranya.
Abul Hassan Muhammad bin ‘Alal Bashariy As Syafe’iy yang meninggal pada tahun 463 H, sedangkan bukunya bernama Al-Mu’tamad.
Abu Ali Abdul Malik bin Abdullah An Naisaburiy yang dikenal dengan Imam Harmaini, meninggal pada tahun 478 H, dengan bukunya “Al-Burhan”.
Abu Hamid Al-Ghazaliy, meninggal pada tahun 505 H, bukunya “Al-Mushtasfa”.
Sesudah tiga orang tersebut di atas diiringi oleh dua orang ulama yang terkenal, dia menyimpulkan isi buku-buku para ulama terdahulu itu dalam buku mereka masing-masing di antara mereka itu adalah:
Imam Raziy, meninggal pada tahun 606 H, bukunya “Al-Mahsul” dan
Imam Amadi, meninggal pada tahun 631 H, bukunya “Al-Ahkam”.
Pada zaman Mutaakhirin sekarang ini golongan Syafe’i dan yang lainnya, mereka menulis dalam sebuah kesimpulan dan kumpulan buku serta dipenuhi dengan pendapat-pendapat, antara pendapat golongan Syafe’i dan golongan Hanafiy. Di antara mereka yang mengumpulkan itu adalah:
Tajuddin As-Subkiy dalam bukunya Jam’ul Jawami.
Ibnul Himan dalam bukunya “At-Thahrir”, sedangkan penulisnya tidak menambah keterangan-keterangan yang telah berlalu itu, malahan membahas mengenai kalimat-kalimatnya.
L. Fungsi Ushul Fiqih.
Para ulama ushul menyepakati bahwa ushul fiqih merupakan salah satu sarana untuk mendapatkan hukum-hukum sebagaimana yang dikehendaki Allah dan Rasulnya, dengan kata lain, ushul fiqih bukanlah sebagai tujuan melainkan hanya sebagai sarana. Oleh karena itu, secara rinci ushul fiqih berfungsi sebagai berikut :
Memberikan pengertian dasar tentang kaidah-kaidah dan metodologi para ulama mujtahid dalam menggali hukum.
Menggambarkan persyaratan yang harus dimiliki seorang mujtahid.
Member bekal untuk menentukan hukum-hukum yang baru.
Mengetahui keunggulan dan kelemahan para mujtahid, sejalan dengan dalil yang mereka gunakan, dengan demikian kita bisa memilih pendapat mereka.
M. Perbedaan Ushul Fiqih dan Fiqih.
Dari keterangan-keterangan di awal-awal tadi, maka dapat terlihat dengan jelas bahwa ushul fiqih merupakan timbangan atau ketentuan untuk istinbat hukum dan objeknya selalu dalil-dalil hukum, sedangkan objek fiqih adalah perbuatan mukallaf yang diberi status hukumnya. Walaupun ada titik kesamaan, yaitu keduanya merujuk pada dalil, namun konsentrasinya berbeda, ushul fiqih memandang dalil dari sisi cara penunjukan atas suatu ketentuan hukum, sedangkan fiqih memandang dalil hanya sebagai rujukan.
N. Peranan Ushul Fiqih Dalam Pengembangan Fiqih Islam.
Sebelumnya perlu kita ketahui bahwa motif dirintisnya, dikodifikasikannya kaidah-kaida, semua itu disebabkan kebutuhan mujtahid terhadap kaidah itu untuk instinbath hukum, terutama setelah masa sahabat dan tabi’in. kalua kita perhatikan sejarah at-Tasyri Al-Islami dan mengikuti perkembangan fiqih islam, maka akan kita dapati bahwa setelah mazhab fiqih terbentuk, hukum-hukum fiqih hanya terbukukan dalam berbagai kitab-kitab mazhab. Dan setelah banyak ulama yang berpendapat bahwa mulai tahun 400 H pintu Ijtihad tertutup agar orang yang tidak ahli ijtihad tidak dapat berijtihad lagi dimana nanti hasil ijtihadnya bisa tidak sesuai, otomatis fiqih islam hanya terbatas pada pendapat para imam yang tertulis dalam kitab-kitab fiqih tanpa ada yang berusaha untuk mengeluarkan hukum dari dalil-dalilnya.
Dengan denikian, peranan ushul fiqih terhadap pengembangan fiqih islam dapat dikatakan sebagai penolong faqih dalam mengeluarkan hukum,-hukum syara dari dalil-dalilnya. Dan bisa juga dikatakan sebagai kerangka acuan yang dapat digunakan sebagai pengembangan pemikiran fiqih islam.
BAB III
PENUTUP
Simpulan :
Fiqih adalah suatu ilmu tentang hukum-hukum syara yang tertentu bagi perbuatan para mukallaf, seperti wajib, haram, mubah, sunnah, makruh, sah, fasid, batal, dan yang sejenisnya. objek pembahasan fiqih adalah aspek hukum setiap perbuatan mukallaf serta dalil-dalil dari setiap perbuatan tersebut.
Mempelajari fiqih berguna sebagai patokan untuk bersikap dalam menjalani kehidupan. Artinya kita akan mengetahui mana perbuatan-perbuatan yang wajib , sunat, mubah, makruh dan haram, mana perbuatan-perbuatan yang sah dan mana yang batal.
Pertumbuhan Fiqh atau Hukum Islam sampai sekarang dapat dibagi kepada beberapa periode, yaitu : Periode Rasulullah SAW, Periode Sahabat, Periode Ijtihad, Dan Periode taqlid.
Secara garis besar pembidangan fiqih terbagi menjadi dua, yaitu Bidang fiqih Ibadah dan Bidang fiqih muammalah(dalam arti yang luas) yang meliputi Bidang al-ahwal As-sakhsiyah, Bidang Muammalah dalam arti sempit, Bidang Fiqih Jinayyah, dan Bidang al-Ahkam al-Murafaat.
Adapun tentang terjadinya perbedaan-perbedaan pendapat dikalangan para ulama, semua itu disebabkan karena berbeda dalam cara berijtihatnya, artinya masing-masing ulama mempunyai perbedaan pendapat dalam memahami kata yang ada dalam Al-qur’an atau hadits dan selain keduanya.
Adapun yang dimaksud dengan ushul fiqih adalah ilmu pengetahuan tentang kaidah-kaidah dan metode penggalian hukum-hukum syara mengenai perbuatan manusia dari dalil-dalil yang terperinci atau kumpulan kaidah-kaidah tentang hal-hal tersebut.
Secara garis besar objek bahasan ushul fiqih adalah Sumber hukum syara dengan semua seluk beluknya, Metode pendayagunaan sumber hukum atau metode penggalian hukum dari sumbernya, dan Persyaratan orang-orang yang berwenang melakukan istinbath.
Ushul fiqih mulai ada pada tahun ke-2 H, orang yang mula-mula menciptakannya adalah Imam Syafi’i. Usaha beliau itu diikuti oleh tiga orang ulama yang termasyhur diantaranya : Abul Hassan Muhammad bin ‘Alal Bashariy As Syafe’iy yang meninggal pada tahun 463 H, sedangkan bukunya bernama Al-Mu’tamad, Abu Ali Abdul Malik bin Abdullah An Naisaburiy yang dikenal dengan Imam Harmaini, meninggal pada tahun 478 H, dengan bukunya “Al-Burhan”, dan Abu Hamid Al-Ghazaliy.
Secara rinci ushul fiqih berfungsi sebagai berikut :
Memberikan pengertian dasar tentang kaidah-kaidah dan metodologi para ulama mujtahid dalam menggali hukum.
Menggambarkan persyaratan yang harus dimiliki seorang mujtahid.
Member bekal untuk menentukan hukum-hukum yang baru.
Mengetahui keunggulan dan kelemahan para mujtahid, sejalan dengan dalil yang mereka gunakan, dengan demikian kita bisa memilih pendapat mereka.
Peranan ushul fiqih terhadap pengembangan fiqih islam dapat dikatakan sebagai penolong faqih dalam mengeluarkan hukum,-hukum syara dari dalil-dalilnya. Dan bisa juga dikatakan sebagai kerangka acuan yang dapat digunakan sebagai pengembangan pemikiran fiqih islam.
DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abudin, 1998, Metodologi Studi Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Bakery, Najar, 2003, Fiqih Dan Ushul Fiqih, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Karim, Syafi’I, 2001, Fiqih Dan Ushul Fiqih, Bandung : CV Pustaka Setia.
Syafi’I, Rahmat, 2007, Ilmu Ushul Fiqih, Bandung : CV Pustaka Setia.
Dzajuli, 2006, Ilmu Fiqih, Jakarta : Kencana Prenada Media.
FIQIH DAN USHUL FIQIH
A. Pengertian Fiqih.
Menurut bahasa “Fiqih” berasal dari kata “faqiha-yafqahu-fiqhan” yang mempunyai arti mengerti atau paham. Dari sinilah ditarik perkataan fiqh, yang memberikan p;engertian memahami dan mendalami ajaran-ajaran agama islam secara keseluruhan.
Sedangkan menurut istilah, para ulama berbeda-beda dalam mendifinisikan fiqih. Menurut Al-ghazali dari mazhab Syafi’I fiqih adalah suatu ilmu tentang hukum-hukum syara yang tertentu bagi perbuatan para mukallaf, seperti wajib, haram, mubah, sunnah, makruh, sah, fasid, batal, dan yang sejenisnya.
Selain itu ada juga yang mengatakan bahwa fiqih adalah ilmu tentang hukum-hukum syara yang berhubungan dengan perbuatan manusia (amaliah), yang diketahui melalui dalil-dalilnya yang terperinci dan dihasilkan dengan jalan ijtihad.
B. Objek Bahasan Fiqih.
Dari pengertian fiqih yang telah diuraikan di atas, jelas bahwa objek pembahasan fiqih adalah aspek hukum setiap perbuatan mukallaf serta dalil-dalil dari setiap perbuatan tersebut. Artinya membahas bagaimana seorang mukallaf mengerjakan shalat, puasa dan lain-lain yang berkaitan dengan fiqih ibadah, bagaimana melaksanakan kewajiban-kewajiban rumah tangganya, apa yang harus dilakukan terhadap harta anggota keluarga yang meninggal dunia dan sebagaianya.
Di sini juga dibahas tentang bagaimana cara melakukan muammalah, seperti jual beli, sewa menyewa, patungan dan sebagainya. Maksiat apa saja yang dilarang serta sangsinya apabila larangan tersebut dilanggar, atau bila kewajiban tidak dilaksanakan oleh seorang mukallaf dan lain-lain yang berkaitan dengan fiqih jinayyah.
C. Kegunaan Mempelajari fiqih.
Kegunaan mempelajari fiqih sangat banyak Secara garis besar kegunaan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :
Mempelajari ilmu fiqih berguna dalam member pemahaman tentang berbagai aturan secara mendalam. Artinya dengan mengetahui fiqih kita akan tahu aturan-aturan secara rinci mengenai kewajiban dan tanggung jawab manusia terhadap Tuhannya, hak dan kewajibannya dalam rumah tangga. Kita akan tahu cara-cara bersuci, shalat, zakat, puasa haji, pembagian warisan dan lain-lain.
Mempelajari fiqih berguna sebagai patokan untuk bersikap dalam menjalani kehidupan. Artinya kita akan mengetahui mana perbuatan-perbuatan yang wajib , sunat, mubah, makruh dan haram, mana perbuatan-perbuatan yang sah dan mana yang batal.
D. Sejarah Perkembangan Fiqih.
Pertumbuhan Fiqh atau Hukum Islam sampai sekarang dapat dibedakan kepada beberapa periode, seperti dibawah ini:
1. Periode Rasulullah.
yaitu periode insya’ dan takwin (pertumbuhan dan pembentukan) yang berlangsung selama 22 tahun dan beberapa bulan, yaitu terhitung sejak dari kebangkitan Rasulullah tahun 610 M sampai dengan kewafatan beliau pada tahun 632 M.
Sejarah pertumbuhan hukum islam dimasa Rasulullah berdasarkan wahyu yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad SAW, melalui malaikat Jibril secara berangsur-angsur yang dimulai dari Mekkah dan diakhiri di Madinah, kalau belum turun ayat Al-Qur’an mengenai sesuatu masalah, maka Nabi mengadakan ijtihad yang mendalam, sehingga akhirnya ijtihad beliau sesuai dengan ayat al-Qur’an, yang diturunkan kemudian. Berarti ijtihad Rasul dan sunnahnya tidak ada yang berlawanan dengan wahyu Allah. Disamping Nabi sendiri adalah sebagai sumber hukum, sebab segala sesuatu yang dilakukan Nabi adalah contoh yang baik bagi umatnya.
2. Periode Sahabat.
yaitu periode tafsir dan takmil (penjelasan dan penyempurnaan) yang berlangsung selama 90 tahun kurang lebihnya, yaitu terhitung mulai awal kewafatan Rasul pada tahun 11 H sampai dengan akhir abad pertama Hijriah (101 H atau 632-720 M).
Pertumbuhan hukum Islam pada masa sahabat, adalah karena Nabi telah meninggal, maka persoalan hukum atau fiqh dikembalikan kepada al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Di masa sahabat para penganut islam telah bertambah banyak dan daerahnya telah bertambah luas. Pada tempat-tempat yang baru memeluk Agama Islam itu terjadi berbagai masalah. Untuk menyelesaikan masalah itu para sahabat kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah. Apabila masalah hukum/fiqh tidak dijumpai penyelesaiannya di dalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi, maka para sahabat mengadakan ijtihad yang mendalam. Dan hasil dari ijtihad para sahabat dapat dipercaya dan menjadi sumber hukum syara’ atau fiqh islam.
3. Masa Ijtihad (Masa Muijtahid Dan Imam Mazhab).
Masa ini disebut juga dengan masa Tadwin (pembukuan) dan munculnya para imam mujtahid, dan zaman perkembangan serta kedewasaan hukum.yaitu berlangsung selama 250 tahun, terhitung mulai tahun 100 H sampai tahun 350 H (720-961 M).
Pada saat ini adalah zaman kemajuan di bidang hukum Islam. Ini disebabkan banyaknya masalah-masalah hukum yang harus diselesaikan, yang terjadi pada beberapa daerah Islam yang meluas itu. Para Tabiin-tabiin dimasa ini banyak yang berijtihad, sehingga mereka menjadi mujtahid-mujtahid besar dalam Islam. Semuanya itu telah menjadi sebab bagi tumbuhnya suatu golongan ahli dalam ilmu Islam, yang kemudian terkenal dengan sebutan “faqih” (lebih dari satu fuqaha’) yang mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan Islam selanjutnya.
Di antara mujtahid-mujtahid yang terkenal itu adalah:
Imam Abu Hanifah, seorang ‘alim keturunan Persia, lahir di Basrah tahun 80 H (699 M) bekerja dikuffah dan meninggal tahun 150 H (767 M). Abu hanifah terkenal sebagai Ahli al Ra’yu.
Imam Malik ibn Anas, lahir di Madinah tahun 93 H (713 M) dan meninggal tahun 179 H (795 M). Imam Malik terkenal sebagai ahli Hadits. Bukunya yang terkenal/termasyhur ialah yang bernama “Muwaththa”.
Imam Muhammad ibn Idris Al Syafei. Dilahirkan di Palestina tahun 150 H (767 M) dan meninggal pada tahun 204 H (802 M) di Mesir. Beliau adalah pendiri Mazhab Imam Syafe’i, terkenal seorang yang besar jasanya, terutama bukunya yang terkenal sampai sekarang ialah Al-Umm. Buku inilah yang menjadi dasar dari ilmu yang dikembangkannya bernama “Ushul Al Fiqh”.
Imam Ahmad ibn Hambali, lahir di Bagdad tahun 164 H (776 M) dan meninggal tahun 241 H (855 M). Ia terkenal sebagai ahli Hadits. Bukunya yang terkenal bernama “Musnad Ahmad ibn Hambal”, yang berisi 30.000 hadits. Beliau adalah pendiri Mazhab Hambali.
4. Periode Taqlid.
yaitu periode kebekuan dan statis yang berlangsung mulai pertengahan abad empat hijriah (351 H) dan hanya Allah yang mengetahui kapan berakhirnya periode ini.
Periode taqlid lahir pada abad ke 4 H (tahun ke 12 M), yang berarti sebagai penutupan periode ijtihad atau periode tadwin (pembukuan). Mula-mula masa kemunduran dalam bidang kebudayaan Islam, kemudian berhentilah perkembangan hukum Islam atau fiqh Islam. Dalam periode taqlid ini, kegiatan para ulama Islam banyak mempertahankan ide dan mazhabnya masing-masing.
E. Pembidangan Fiqih.
Sebagaimana diketahui, fiqih merupakan kumpuulan aturan-aturan yang meliputi berbagai hal perbuatan manusia. Tidak hanya berupa aturan mengenai semua hubunagn manusia dalam urusan priobadinya sendiri, tetapi juga semua hubungan manusi dengan manusia lain. Secara garis besar pembidangan fiqih terbagi menjadi dua, yaitu Bidang fiqih Ibadah dan Bidang fiqih muammalah(dalam arti yang luas).
1. Bidang Fiqih Ibadah.
Dalam Al-Qur’an surah Ad-dzariyat ayat 56. Allah SWT Menegaskan “ tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali semata-mata untuk beribadah kepadaku ”. berdasarkan dari ayat di atas jelas sekali bahwa manusia dalam hidupnya mengemban amanah untuk beribadah, baik dalam hubuingannya denagn Allah SWT, sesame manusia, maupun alam, dan lingkungannya. Bidang fiqih ibadah ini meliputi ;
Pembahasan tentang thaharah, baik thaharah dari najis atau dari hadas, seperti wudhu, mandi, tayammum.
Pembahasan sekitar zakat. Baik itu tentang wajib zakat, harta-harta yang wajib dizakati, nisab, haul, dan lain-lain.
Pembahasan sekitar puasa. Baik iktu puasa wajib atau puasa sunnah, dengan segala macam ketentuannya.
Pembahasan tentang haji.
Pembahsan sekitar jihad.
Pembahasan tentang sumpah.
Pembahasan tentang nazar.
Pembahasan tentang kurban.
Pembahasan tentang berburu.
Pembahasan tentang makanan dan minuman.
2. Bidang Muammalah Dalam Arti luas.
a) Bidang Al-akhwal al-syakhsiyah.
yaitu hukum keluarga yang mengatur hubungan angtara suami istri, anak dan keluarganya. Pokok kajiannya meliputi :
Pernikahan, yaitu akad yang menghallkan pergaulan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan serta menetapkan hak-hak kewajiban diantara keduanya.
Mawaris, yaitu mengandung pengertian tentang hak dan kewajiban ahli waris terhadap harta warisan, dan menentukan segala sesuatunya,.
Wasiat, yaitu pesan seseorang terhadap sebagian hartanya yang diberikan kepada orang lain atau lembaga tertentu.
b) Bidang muammalah(dalam arti sempit).
Di antara yang dibahas dalam bidang ini antara lain tentang jual beli, gadai, titipan, pinjam-meninjam, merampas atau merusak barang orang lain, dan sebagainya.
c) Bidang fiqih Jinayyah.
Yaitu yang mengatur cara-cara menjaga dan melindungi hak-hak Akllah SWT, hak masyarakat, hak individu dari tibdakan-tindakan yang tidak dibenarkan menurut islam. Adapun pembahsannya meliputi pembunuhan sengaja dan terslah disertai dengan rukun dan syaratnya, saksi pembunuhan, penganiayaan sengaja dan tidak sengaja, pembuktiannya, perzinahan, sangsi dan pembuktiannya. Dan lain sebagainya.
d) Bidang Qahda atau Al-ahkam al-murafat.
Di sini membahas tentang proses penyelesaian perkara dipengadilan. Oleh karena itu unsure yang dibahas tentang hakim, putusan yang dijatuhkan, pembuktian, pengakuan, keterangan dan saksi, sumpah, dan sebagainya.
F. Sumber-Sumber Hukum Fiqih.
1. Dalil.
Dalil ini bisa ditinjau dari beberapa segi, yaitu segi asalnya, segi ruang lingkupnya, dan segi kekuatannya.
Ditinjau dari segi asalnya ada 2 macam, yaitu :
Dalil Naqli, yaitu dalil-dalil yang berasal dari nash Al-qur’an dan Hadits.
Dalil aqli, yaitu dalil-dalil yang bukan dari nash tetapi dengan menggunakan akal pikiran, yaitu dengan berijtihad.
Ditinjau dari ruang lingkupnya ada 2 macam juga, yaitu :
Dalil kulli, yaitu dalil yang mencakup banyak satuan hukum.
Dalil Juz’I, yaitu dalil yang menunjukan kepada kesatuan persoalan atau hukum tertentu.
Ditinjau dari segi ruang lingkupnya juga ada 2 macam, yaitu :
Dalil Qat’I, terbagi menjadi 2 lagi, yaitu : qat’i al-wurud dan qat’i dalalalgh.
Dalil zhonni, terbagi menjadi 2 lagi, yaitu : zhonni al-wurud dan zhonni dalalah.
2. Urutan Sumber Hukum.
Sumber hukum yang disepakati oleh para ulama adalah Al-Qur’an, Hadits, sedangkan sumber lainnya separti Ijma, Qiyas, Istihsan, Mashlaha marshalah, Urf, istishab. Semua hukum tersebut diurutkan sebagai berikut :
Al-Qur’an.
Hadits.
Ijma.
Qiyas istihsan.
Mashlaha marsalah,
Urf.
Istishab.
G. Sebab-Sebab Perbedaan Pendapat.
Kita ketahui bersama bahwa dalam fiqih sering kita temui terdapat adanya perbedaan-perbedaan pendapat dikalangan para ulama, semua itu disebabkan karena berbeda dalam cara berijtihatnya, artinya masing-masing ulama mempunyai perbedaan pendapat dalam memahami kata yang ada dalam Al-qur’an atau hadits dan selain keduanya.
Pada masa imam-imam mujtahid Perbedaan pendapat ini pada dasarnya tidak memberikan pengaruh yang negative. Semua itu Karena mereka tahu pasti dimana dimungkinkan perbedaan pendapat dan dimana harus terjadi kesepakatan. Dengan demikian jika terjadi perbedaan pendapat pada saat itu mereka bisa saling menghargai satu sama lainnya.
Namun kisah menjadi lain, setelah orang mulai fanatic kepada satu madzhab atau kepada satu pendapat ulama, maka sering perbedaan pendapat ini mengakibatkan hal-hal yang tidak pada tempatnya, melampai batas-batas yang seharusnya dipegang bersama.
H. Model-Model Penelitian Fiqih.
Pada uraian berikut ini akan disajikan 2 model penelitian fiqih yang dilakukan oleh Harun Nasution dan Muhammad atha Muzhar,
a. Model Harun Nasution.
Penelitian harun Nasution dalam bidang fiqih beliau tuangkan secara ringkas dalam bukunya “Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek Jilid II”. Melalui penelitiannya secara ringkas namun mendalam terhadap berbagai literature tentang fiqih dengan menggunakan pendekatan sejarah. Dengan membaca hasil penelitiannya itu pembaca akan memperoleh informasi tentang jumlah ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan hukum, yang jumlahnya 368 ayat, dan 228 ayat merupakan ayat yang mengungkapkan soal kehidupan masyarakat umat, yaitu ayat-ayat yang berkaitan dengan hidup kekeluargaan, perkawinan, perceraian, hak waris dan sebagainya.
Selanjutnya, melalui pendekatan sejarah Harun Nasotion membagi perkembangan fiqih kedalam 4 periode, yaitu periode nabi, periode Sahabat, periode ijtihad serta kemajuannya, dan periode taqlid serta kemundurannya.
b. Model Muhammad Atha Mudzhar.
Dalam penelitiannya beliau bertujuan untuk mengetahui materi fatwa yang dikemukakan majelis ulama Indonesia serta latar belakang social politik yang melatarbelakangi timbulnya fatwa tersebut.
Kesimpulan dari penelitian beliau adalah, fatwa majelis ulama Indonesia dalam kenyataannya tidak selalu konsisten mengikuti pola metodoogi dalam penetapan fatwa yang disebabkan karena sejumlah factor diantaranya factor politik, salah satu contoh fatwa MUI yang dipengaruhi kebijakan pemerintah adalah mengenai masalah keluarga berencana.
Hasil penelitian tersebut terasa mengejutkan sebagian ulana fiqih tradisional, hal ini dinilai akan menghilangkan unsure keskralan atau kekudusan hukum islam. Para ulama khawatir penelitian tersebut akan meempatkan hukum islam sebagai hukum yang dapat diubah seenaknya. Kesan demikian tidak mengherankan karena secara factual fiqih yang selama ini dipelajari dari mulai tingkat dasar sampai dengan perguruan tinggi bersifat ahistoris atau kehilangan konteks sejarahnya. Pada umumnya orang yang mempelajari fiqih tidak menetahui factor sosio cultural serta lainnya yang ikut mempengaruhi terbentuknya hukum tersebut , akibat dari keadaan demikian, mereka tidak mengetahui persis konteks situasional yang menyebabkan kenapa pruduk hukum tersebut lahir.
I. Pengertian Ushul Fiqih.
Kata ushul merupakan bentuk jamak dari kata ashl yang secara etimologi mempunyai arti fondasi sesuatu, sedangkan secara terminology kata ashl mempunyai arti dalil (landasan hukum) atau qaidah. Sedangkan pengertian fiqih sudah dijelaskan di awal makalah ini.
Sedangkan pengertian ushul fiqih sebagai sebuah disiplin ilmu sama seperti fiqih terdapat banyak pengertian yang diutarakan para ahli. Anatara lain menurut Ibnu As-subki, menurut beliau ushul fiqih adalah himpunan dalil fiqih secara global. Sedangkan menurut Abdul Wahab Khalllaf ushul fiqih adalah ilmu pengetahuan tentang kaidah-kaidah dan metode penggalian hukum-hukum syara mengenai perbuatan manusia dari dalil-dalil yang terperinci atau kumpulan kaidah-kaidah tentang hal-hal tersebut.
Adpun menurut Drs. Muhammad Thalib, ushul fiqih adalah kaidah-kaidah yang merupakan sarana untuk mendaptkan hukumnya, perbuatan yang diperoleh dengan jalan mengumpulkan dalil secara terperinci.
J. Objek bahasan Ushul Fiqih.
Dari beberapa defenisi ushul fiqih di atas, terlihat jelas bahwa yang menjadi kajian ushul fiqih secara garis besar adalah :
Sumber hukum syara dengan semua seluk beluknya.
Metode pendayagunaan sumber hukum atau metode penggalian hukum dari sumbernya.
Persyaratan orang-orang yang berwenang melakukan istinbath.
K. Sejarah Perkembangan Ushul Fiqih.
Uahul fiqih lahir sejak abad ke-2 H, ushul fiqih pada abad pertama hijriah memang tidak diperlukan lantaran keberadaan Rasulullah SAW masih bisa mengeluarkan fatwa dan memutuskan suatu hukum berdasarkan Al-Qur’an.
Orang yang mula-mula menciptakan ilmu Ushul fiqh adalah Imam Syafe’i. Beliau menulis sebuah risalah yang dijadikannya sebagai Muqaddimah bukunya yang bernama Kitab Al-Umm. Jadi dengan demikian Imam Syafe’i adalah pendiri dan pencipta utama tentang Ilmu Ushul Fiqh. Usaha beliau itu diikuti oleh tiga orang ulama yang termasyhur diantaranya.
Abul Hassan Muhammad bin ‘Alal Bashariy As Syafe’iy yang meninggal pada tahun 463 H, sedangkan bukunya bernama Al-Mu’tamad.
Abu Ali Abdul Malik bin Abdullah An Naisaburiy yang dikenal dengan Imam Harmaini, meninggal pada tahun 478 H, dengan bukunya “Al-Burhan”.
Abu Hamid Al-Ghazaliy, meninggal pada tahun 505 H, bukunya “Al-Mushtasfa”.
Sesudah tiga orang tersebut di atas diiringi oleh dua orang ulama yang terkenal, dia menyimpulkan isi buku-buku para ulama terdahulu itu dalam buku mereka masing-masing di antara mereka itu adalah:
Imam Raziy, meninggal pada tahun 606 H, bukunya “Al-Mahsul” dan
Imam Amadi, meninggal pada tahun 631 H, bukunya “Al-Ahkam”.
Pada zaman Mutaakhirin sekarang ini golongan Syafe’i dan yang lainnya, mereka menulis dalam sebuah kesimpulan dan kumpulan buku serta dipenuhi dengan pendapat-pendapat, antara pendapat golongan Syafe’i dan golongan Hanafiy. Di antara mereka yang mengumpulkan itu adalah:
Tajuddin As-Subkiy dalam bukunya Jam’ul Jawami.
Ibnul Himan dalam bukunya “At-Thahrir”, sedangkan penulisnya tidak menambah keterangan-keterangan yang telah berlalu itu, malahan membahas mengenai kalimat-kalimatnya.
L. Fungsi Ushul Fiqih.
Para ulama ushul menyepakati bahwa ushul fiqih merupakan salah satu sarana untuk mendapatkan hukum-hukum sebagaimana yang dikehendaki Allah dan Rasulnya, dengan kata lain, ushul fiqih bukanlah sebagai tujuan melainkan hanya sebagai sarana. Oleh karena itu, secara rinci ushul fiqih berfungsi sebagai berikut :
Memberikan pengertian dasar tentang kaidah-kaidah dan metodologi para ulama mujtahid dalam menggali hukum.
Menggambarkan persyaratan yang harus dimiliki seorang mujtahid.
Member bekal untuk menentukan hukum-hukum yang baru.
Mengetahui keunggulan dan kelemahan para mujtahid, sejalan dengan dalil yang mereka gunakan, dengan demikian kita bisa memilih pendapat mereka.
M. Perbedaan Ushul Fiqih dan Fiqih.
Dari keterangan-keterangan di awal-awal tadi, maka dapat terlihat dengan jelas bahwa ushul fiqih merupakan timbangan atau ketentuan untuk istinbat hukum dan objeknya selalu dalil-dalil hukum, sedangkan objek fiqih adalah perbuatan mukallaf yang diberi status hukumnya. Walaupun ada titik kesamaan, yaitu keduanya merujuk pada dalil, namun konsentrasinya berbeda, ushul fiqih memandang dalil dari sisi cara penunjukan atas suatu ketentuan hukum, sedangkan fiqih memandang dalil hanya sebagai rujukan.
N. Peranan Ushul Fiqih Dalam Pengembangan Fiqih Islam.
Sebelumnya perlu kita ketahui bahwa motif dirintisnya, dikodifikasikannya kaidah-kaida, semua itu disebabkan kebutuhan mujtahid terhadap kaidah itu untuk instinbath hukum, terutama setelah masa sahabat dan tabi’in. kalua kita perhatikan sejarah at-Tasyri Al-Islami dan mengikuti perkembangan fiqih islam, maka akan kita dapati bahwa setelah mazhab fiqih terbentuk, hukum-hukum fiqih hanya terbukukan dalam berbagai kitab-kitab mazhab. Dan setelah banyak ulama yang berpendapat bahwa mulai tahun 400 H pintu Ijtihad tertutup agar orang yang tidak ahli ijtihad tidak dapat berijtihad lagi dimana nanti hasil ijtihadnya bisa tidak sesuai, otomatis fiqih islam hanya terbatas pada pendapat para imam yang tertulis dalam kitab-kitab fiqih tanpa ada yang berusaha untuk mengeluarkan hukum dari dalil-dalilnya.
Dengan denikian, peranan ushul fiqih terhadap pengembangan fiqih islam dapat dikatakan sebagai penolong faqih dalam mengeluarkan hukum,-hukum syara dari dalil-dalilnya. Dan bisa juga dikatakan sebagai kerangka acuan yang dapat digunakan sebagai pengembangan pemikiran fiqih islam.
BAB III
PENUTUP
Simpulan :
Fiqih adalah suatu ilmu tentang hukum-hukum syara yang tertentu bagi perbuatan para mukallaf, seperti wajib, haram, mubah, sunnah, makruh, sah, fasid, batal, dan yang sejenisnya. objek pembahasan fiqih adalah aspek hukum setiap perbuatan mukallaf serta dalil-dalil dari setiap perbuatan tersebut.
Mempelajari fiqih berguna sebagai patokan untuk bersikap dalam menjalani kehidupan. Artinya kita akan mengetahui mana perbuatan-perbuatan yang wajib , sunat, mubah, makruh dan haram, mana perbuatan-perbuatan yang sah dan mana yang batal.
Pertumbuhan Fiqh atau Hukum Islam sampai sekarang dapat dibagi kepada beberapa periode, yaitu : Periode Rasulullah SAW, Periode Sahabat, Periode Ijtihad, Dan Periode taqlid.
Secara garis besar pembidangan fiqih terbagi menjadi dua, yaitu Bidang fiqih Ibadah dan Bidang fiqih muammalah(dalam arti yang luas) yang meliputi Bidang al-ahwal As-sakhsiyah, Bidang Muammalah dalam arti sempit, Bidang Fiqih Jinayyah, dan Bidang al-Ahkam al-Murafaat.
Adapun tentang terjadinya perbedaan-perbedaan pendapat dikalangan para ulama, semua itu disebabkan karena berbeda dalam cara berijtihatnya, artinya masing-masing ulama mempunyai perbedaan pendapat dalam memahami kata yang ada dalam Al-qur’an atau hadits dan selain keduanya.
Adapun yang dimaksud dengan ushul fiqih adalah ilmu pengetahuan tentang kaidah-kaidah dan metode penggalian hukum-hukum syara mengenai perbuatan manusia dari dalil-dalil yang terperinci atau kumpulan kaidah-kaidah tentang hal-hal tersebut.
Secara garis besar objek bahasan ushul fiqih adalah Sumber hukum syara dengan semua seluk beluknya, Metode pendayagunaan sumber hukum atau metode penggalian hukum dari sumbernya, dan Persyaratan orang-orang yang berwenang melakukan istinbath.
Ushul fiqih mulai ada pada tahun ke-2 H, orang yang mula-mula menciptakannya adalah Imam Syafi’i. Usaha beliau itu diikuti oleh tiga orang ulama yang termasyhur diantaranya : Abul Hassan Muhammad bin ‘Alal Bashariy As Syafe’iy yang meninggal pada tahun 463 H, sedangkan bukunya bernama Al-Mu’tamad, Abu Ali Abdul Malik bin Abdullah An Naisaburiy yang dikenal dengan Imam Harmaini, meninggal pada tahun 478 H, dengan bukunya “Al-Burhan”, dan Abu Hamid Al-Ghazaliy.
Secara rinci ushul fiqih berfungsi sebagai berikut :
Memberikan pengertian dasar tentang kaidah-kaidah dan metodologi para ulama mujtahid dalam menggali hukum.
Menggambarkan persyaratan yang harus dimiliki seorang mujtahid.
Member bekal untuk menentukan hukum-hukum yang baru.
Mengetahui keunggulan dan kelemahan para mujtahid, sejalan dengan dalil yang mereka gunakan, dengan demikian kita bisa memilih pendapat mereka.
Peranan ushul fiqih terhadap pengembangan fiqih islam dapat dikatakan sebagai penolong faqih dalam mengeluarkan hukum,-hukum syara dari dalil-dalilnya. Dan bisa juga dikatakan sebagai kerangka acuan yang dapat digunakan sebagai pengembangan pemikiran fiqih islam.
DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abudin, 1998, Metodologi Studi Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Bakery, Najar, 2003, Fiqih Dan Ushul Fiqih, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Karim, Syafi’I, 2001, Fiqih Dan Ushul Fiqih, Bandung : CV Pustaka Setia.
Syafi’I, Rahmat, 2007, Ilmu Ushul Fiqih, Bandung : CV Pustaka Setia.
Dzajuli, 2006, Ilmu Fiqih, Jakarta : Kencana Prenada Media.
ARTIKEL TERKAIT:
Post a Comment
Mari kasih komentar, kritik, dan saran. Jangan lupa juga isi buku tamunya. :D
NB: No Porn, No Sara', No women, No cry