Ikuti @fauzinesia

Tafsir Al 'Alaq

SURAT AL-‘ALAQ

ﺍﻗﺭﺃﺑﺎﺴﻡﺭﺑﻚﺍﻟﺪﻱﺨﻟﻖ﴿١﴾

Dalam hadits sahih riwayat Bukhari dinyatakan bahwa Nabi saw datang ke gua hira yang terletak di atas sebuah bukit di pinggir kota Mekah untuk berkhalwat beberapa malam. Kemudian sekembali beliau pulang mengambil bekal dari rumah istri beliau, khadijah, datanglah Jibril kepada beliau dan menyuruh membaca.
Nabi menjawab:”Aku tidak bisa membaca”. Jibril merangkulnya hingga Nabi merasa sesak nafas. Jibril melepaskannya, sambil berkata:”Bacalah”. Nabi menjawab:”Aku tidak bisa membaca”. Lalu dirangkulnya lagi dan dilepaskannya sambil berkata:”Bacalah”. Nabi menjawab:”Aku tidak bisa membaca” sehingga Nabi merasa payah, maka jibril membacakan ayat 1 sampai ayat 5 surat Al-‘Alaq.
Lalu Nabi dengan gemetar dan ketakukan pulang menemui istri beliau dan mengatakan:”Selimutilah aku! Selimutilah aku!”. Nabi terus diselimuti sehingga hilanglah kegelisahannya. Lalu beliau mencerritakan kepada Khadijah apa yang terjadi dan beliau menambahkan:”Aku sangat kuatir apa yang akan terjadi atas diriku”.

Khadijah berkata:”Tak usah kuatir, malah seharusnya engkau gembira demi Allah sekali-kali Tuhan tidak akan menyusahkanmu. Engkau menghubungkan silaturahmi, berbicara benar, membantu orang-orang yang tidak mampu, menghormati tamu dan meringankan kesulitan-kesulitan penderita”.
Kata iqra bukannya perintah untuk membaca dari satu teks tertulis, karena disamping Nabi Muhammad saw. Tidak dapat membaca, juga karena riwayat-riwayat yang shahih menjelaskan bahwa Jibril a.s. tidak membawa suatu naskah tertulis ketika menyampaikan wahyu kepada Nabi.
Kata qara'a digunakan dalam arti membaca, menelaah, menyampaikan dan sebagainya. Perintah membaca di sini merupakan beban yang amat berat bagi pribadi Nabi Muhammad saw. Dalam rangka melaksanakan tugasnya sebagai Nabi, Rasul dan pemimpin masyarakat. Ayat ini, sebagaimana rentetan wahyu-wahyu berikutnya, merupakan petunjuk bagi pembinaan pribadi beliau demi suksesnya tugas-tugas mendatang.
Perintah membaca sebagaimana dikaitkan dengan bis mirabbika yang berarti dengan "nama Tuhanmu". Bis mirabbika adalah satu ungkapan, sudah menjadi kebiasaan orang Arab sejak zaman dahulu (bahkan hingga kini) mengaitkan sesuatu yang mereka muliakan. Ini dimaksudkan untuk memberikan kesan yang baik atau katakanlah "berkat" terhadap pekerjaan tersebut, juga untuk menunjukkan bahwa pekerjaan tadi dilakukan semata-mata demi "dia" yang namanya disebutkan itu.
Kata rabb apabila berdiri sendiri maka yang dimaksud adalah "Tuhan " yang tentunya antara lain karena dialah yang melakukan tarbiyah (pendidikan) yang pada hakikatnya adalah pengembangan peningkatan serta perbaikan makhluk yang dididiknya.
Al-quran secara dini menggaris bawahi pentingnya "membaca" serta keharusan adanya keikhlasan dalam melakukannya bahkan dalam melakukan setiap aktifitas.

Ayat 2-3

ﺨﻟﻕﺍﻻﻨﺴﺎﻦﻤﻦﻋﻞﻕ﴿٢﴾ﺍﻓﻘﺭﺃﻮﺭﺒﻚﺍﻻﻛﺮﻡ﴿٣﴾

“Dan menciptakan manusia dari segumpal darah (2); Bacalah dengan nama Tuhanmu yang paling mulia (3).”
Dalam ayat ke 2 Allah mengungkapkan cara bagaimana ia menjadikan manusia; yaitu manusia sebagai makhluk yang mulia dijadikan Allah dari sesuatu yang melekat dan diberinya kesanggupan untuk menguasai segala sesuatu yang ada di bumi ini serta menundukkannya untuk keperluan hidupnya dengan ilmu yang diberikan Allah kepadanya. Dan Dia berkuasa pula menjadikan insan kamil di antara manusia, seperti Nabi SAW yang pandai membaca walaupun tanpa belajar.
Kata khalaqa ( ﺨﻟﻕ ) dari segi pengertian kebahasaan memiliki sekian banyak arti, antara lain “menciptakan (dari tiada)”, “menciptakan (tanpa satu contoh terlebih dahulu)”, mengukur, memperhalus, mengatur, membuat dan sebagainya.
Ditemukan kesan, bahwa penggunaan kata khalaqa dengan berbagai bentuknya mengandung suatu penekanan yang berbeda dengan kata ja’ala (ﺟﻌﻞ ) yang biasa diartikan dengan “menjadikan”. Kata khalaqa ( ﺨﻟﻕ ) memberikan tekanan tentang kehebatan dan kebesaran Allah dalam ciptaan-Nya. Sedangkan ja’ala (ﺟﻌﻞ ) mengandung penekanan terhadap manfaat yang harus atau dapat diperoleh dari suatu yang dijadikan itu.
Kata al-insan (ﺍﻻﻨﺴﺎﻦ ) yang diterjemahkan “manusia” dalam surah Al-‘alaq mencakup seluruh jenis manusia, kecuali Adam a.s. yang proses kejadiannya diceritakan secara tersendiri. Al-quran menggambarkan manusia secara potensial sebagai makhluk bersifat ganda, “baik” atau “buruk”, namun ia tidak mendapat pujian atau celaan kecuali bila potensi tersebut lahir dalam bentuk aktual. Karena Al-quran mengajak manusia mengaktualisasikan potensi-potensi positifnya dalam pentas kehidupan.
Langkah pertama untuk maksud tersebut adalah mendapatkan pengetahuan. Inilah salah satu sebab mengapa perintah yang pertama diterima oleh manusia adalah iqra’ bismi rabbika. Manusia adalah makhluk pertama yang disebut Allah dalam Al-quran melalui wahyu pertama. Bukan saja karena ia diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya, atau karena segala sesuatu dalam alam raya ini diciptakan dan ditundukkan Allah demi kepentingannya, tetapi juga karena Kitab Suci Al-quran ditujukan kepada manusia guna menjadi pelita kehidupannya. Salah satu cara yang ditempuh oleh Al-quran untuk mengantar manusia menghayati pentunjuk-petunjuk Allah adalah memperkenalkan jati dirinya, antara lain dengan menguraikan proses kejadiannya.
Dengan ayat kedua ini Al-quran telah membuka pintu pikiran dan jiwa manusia menuju pengenalan terhadap diri, lingkungan dan Tuhan.
Kata ‘iqra telah dikemukakan artinya secara luas ketika menafsirkan ayat pertama. Namun masalahnya kemudian adalah, mengapa perintah tersebut harus diulangi sekali lagi dalam surah ini dan di tempat yang sangat berdekatan.
An-Naisabury dalam tafsirnya mengemukakan beberapa jawaban antara lain:
 Perintah yang membaca yang pertama ditujukan kepada pribadi Nabi Muhammad SAW., sedangkan perintah kedua kepada umatnya.
 Yang pertama untuk membaca dalam shalat, sedang yang kedua di luar shalat.
 Perintah pertama dimaksudkan sebagai perintah belajar untuk diri sendiri, sedangkan yang kedua adalah perintah mengajar orang lain.
Dalam Al-quran hanya dua kali ditemukan kata al-akram ( ﺍﻻﻛﺭﻡ ) yaitu pada ayat 3 surat Al-‘Alaq ini dan pada ayat 13 surat Al-Hujurat. Kata al-akram biasa diterjemahkan dengan “Yang Maha Mulia” atau “Semulia-mulia” yang akar katanya karama ( ﻛﺭﻡ ) yang menurut kamus bahasa Arab antara lain: memberikan dengan mudah dan tanpa pamrih, bernilai tinggi, terhormat, mulia, setia dan sifat kebangsawanan.
Kembali kepada rabbuka al akram ( ﺭﺒﻚﺍﻻﻛﺮﻡ ), yang disifati di sini adalah Rabb (Tuhan Pemelihara). Kalimat ini mengandung pengertian bahwa Dia (Tuhan) dapat menganugerahkan puncak dari segala yang terpuji bagi semua hamba-Nya. Juga kepada Nabi Muhammad SAW., terutama dalm kaitannya dengan perintah membaca.
Sebagai makhluk kita tidak dapat menjangkau betapa besar karam Tuhan, karena keterbatasan kita di hadapan Tuhan Yang Mahamutlak lagi tidak terbatas itu. Namun demikian, sebagian darinya dapat di ungkapkan sebagai berikut: “Bacalah wahai Muhammad, Tuhanmu akan menganugerahkan karam –Nya (kemurahan-Nya) pengetahuan tentang apa yang tidak engkau ketahui. Bacalah dan ulangi bacaan tersebut walaupun objek bacaannya sama, niscaya Tuhanmu akan memberikan pengertian baru yang tadinya belum engkau peroleh pada bacaan pertama dalam objek tersebut. Bacalah dan ulangi bacaan itu, Tuhanmu akan memberi manfaat kepadamu, manfaat yang banyak tidak terhingga karena dia akram, memiliki segala kesempurnaan.
Di sini kita dapat melihat perbedaan antara perintah membaca pada ayat pertama dan perintah membaca pada ayat ke tiga, yakni yang pertama menjelaskan syarat yang harus dipenuhi seseorang ketika membaca (dalam segala pengertian), yaitu membaca demi Allah, sedang perintah yang ke dua menggambarkan manfaat yang diperoleh dari bacaan bahkan pengulangan bacaan tersebut.

AYAT 4 DAN 5

ﺍﻟﺫﻯﻋﻠﻡﺒﺎﻟﻘﻠﻡ﴿٤﴾ﻋﻟﻡﺍﻻﻨﺴﺎﻦﻤﺎﻠﻡﻳﻌﻟﻡ﴿۵﴾
“Yang mengajar (manusia) dengan perantara qalam (4) ; Dia mengajarkan kepada manusia apa yang belum dia ketahui (5).”
Salah satu bentuk karamah (kemurahan) Allah adalah apa yang digambarkan dalam kandungan ayat keempat dan kelima surah Al Alaq ini . ayat-ayat tersebut menyifati Tuhan Yang Maha Pemurah. Dengan demikian rangkain menerangkan sebagian bentuk atau cara Allah SWT dalam melimpahkan Kemurahan-Nya.
Dari segi bahasa qalama ( ﻗﻠﻡ ) berarti “memototong ujung suatu” memotong ujung kuku disebut taqlim (ﺘﻘﻟﻴﻡ) tombak panah yang runcing ujungnya dan yang bias digunakan untuk mengundi dinamai juga qalam ( ﻗﻠﻡ ) .
Dalam Al Qur’an, kata qalam bentuk tunggal ditemukan dua kali, yaitu pada ayat empat wahyu pertama ini dan pada ayat pertama wahyu kedua.sedangkan dalam bentuk jamak ditemukan dua kali pula, masing-masing pada surah Al-imran ayat 44 dan surah Luqman ayat 27.
Dalam ayat yang ditafsirkan ini, kata yang digunakan, yakni qalam adalah “alat” tetapi yang dimaksud adalah penggunaan alat tersebut, yakni “tulisan”. Pengertian ini ditarik karena sulit digambarkan bagaimana pena yang merupakan alat itu dapat digunakan sebagai pengajaran.
Pemilihan kata qalam, sebagai sebagai pengganti kata kittabah yang berarti “tulisan” di samping untuk penyesuaian akhir kata ayat ini dengan akhir kata ayat sebelum dan sesudahnya, juga untuk menggambarkan pentingnya peranan alat tulis, baik yang sederhana maupun yang canggih.
Guna memahami lebih dalam kandungan ayat keempat dan kelima surah Al-‘Alaq, perlu dikemukakan suatu kaidah yang dikenal di kalangan ahli-ahli bahasa dan yang diterapkan oleh sekian banyak ulama tafsir dalam usaha pemahaman mereka terhadap ayat-ayat Al-qur’an. Kaidah tersebut mereka namakan ihtibak. Firman Allah SWT dalam surah Yunus ayat 67 merupakan salah satu contoh yang jelas tentang istilah tersebut:
“Dia (Allah) yang menjadikan malam bagi kamu supaya kamu beristirahat padanya, dan menjadiakan siang terang benderang….”
Dalam ayat di atas terdapat susunan kalimat yang nengandung arti, pertama , Allah menjadikan siang terang benderang. Keterangan “untuk beristirahat” pada susunan pertama dan “terang benderang” pada susunan kedua merupakan isyarat- isyarat tentang adanya keterangan yang tidak disebutkan pada masing-masing susunan kalimat.
Sehingga pada akhirnya, ulama-ulama tafsir menyatakan bahwa ayat tersebut diartikan : “Dia (Allah) yang menjadikan malam (gelap gulita) bagi kamu supaya kamu beristirahat padanya dan menjadikan siang terang benderang (supaya kamu tekun bekerja didalamnya). Mufassir Al Alusy menjelaskan, ayat-ayat ini menguraikan bahwa Allah SWT mengajar manusia dengan pena atau tanpa pena, baik. Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa ayat keempat dan kelima surah Al Alaq menjeaskan dua cara yang ditempuh oleh Allah dalam mengajar manusia. Pertama melalui “pena” atau “tulisan” yang harus di baca oleh manusia dan yang kedua melalui pengajaran secara langsung tanpa alat.
Pada awal surah ini Allah telah memperkenalkan Diri sebagai Yang Mahakuasa, Maha Mengetahui dan Pemurah. Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu, wahyu-wahyu agung yang telah diterima oleh manusia yang siap dan suci jiwanya adalah tingkat tertinggi pengajarannya tanpa “alat”. Sedangkan Nabi Muhammad SAW dijanjikan oleh Allah dalam wahyu-Nya yang pertama yang termasuk dalam pokok-pokok tersebut.




BAB III
PENUTUP
Simpulan

Dalam kandungan surat Al-‘alaq ayat 1-5 dapat disimpulkan bahwa manusia dijadikan dari ‘Alaq (yang melekat), perintah menyuruh baca kepada nabi Muhammad SAW dan dengan perintah tersebut nabi terus pandai membaca, dan manusia yang pada mulanya tidak mengetahui apa-apa, lalu pandai membaca, menulis dan mendapat ilmu pengetahuan berkat ajaran Allah SWT.




DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI. 1990. Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid X Juz 28-30. Yogyakarta: PT. DANA BHAKTI WAKAF.

Shihab, M. Quraish. 1997. Tafsir atas surat-surat pendek berdasarkan urutan turunnya wahyu. PUSTAKA HIDAYAH

ARTIKEL TERKAIT:

Post a Comment

Mari kasih komentar, kritik, dan saran. Jangan lupa juga isi buku tamunya. :D

NB: No Porn, No Sara', No women, No cry

Cari disini

#Pengunjung

Instagram