Ikuti @fauzinesia

seharusnya kita by:naFF

Ni lagu fav ku banget. Ciptaan kang dedi.
Naff - Seharusnya Kita

Saat relung hatiku kini mulai terasa
Sepi tanpa ada cintamu dalam
hidupku
Semua terasa hampa
Kala hatimu tak dapat ku sentuh
* Semakin jauh asaku kini untuk ku
gapai
Dalam luka batinku perih teteskan
lara
Ketika dirimu jauh
Isi hatimu tlah menjadi miliknya
Seharusnya dunia ini begitu indah
Seharusnya hidupku ini penuh
bermakna
Takkan gundah jiwaku bila kau
bersamaku
Takkan perih batinku kini bila
kaupun milikku
Saharusnya dunia ini punya kita
berdua.
Back to *
Seandainya kau tahu
Perih didalam hatiku
Apakah kau merasakan apa yang ku
rasa

lirik dosa apa by:naff

lama ku
pendam tentang sebuah pertanyaan,
apakah engkau bosan padaku
ku tanya hujan namun tak ada
jawaban, mengapa engkau diam
membisu
apa sulitnya buatmu berucap,
jadikan aku semakin berharap
reff:
dosa apa yang telah ku lakukan,
hingga kini aku engkau acuhkan
dosa apa yang telah ku lakukan
hingga kini aku engkau abaikan
habiskan malam namun tak ada
alasan, mengapa engkau sekeras itu
apa sulitnya buatmu berucap,
jadikan aku semakin berharap
repeat reff
dosa apa yang telah ku lakukan,
hingga kini aku engkau acuhkan
dosa apa yang telah ku lakukan, ku
merasa aku tak melakukan
aku terdiam, aku memendam, aku
menghilang
aku terdiam, aku memendam, aku
menghilang

NB:thanks to jaya yang udah kirim...

HOMOGENIC: Let A Thousand Flowers Bloom «Seringan Awan

Lirik Seringan Awan Homogenic

Di sini semua berawal
Walau seribu tanya bicara
Terbungkam oleh pesona
Tanpa arah, semakin jauh
Ku bertahan
Haruskah ku hilang, tanpa pesan
Akankan ku rindu, semua kesan
Sentuhlah hatiku, rasakannya
berbeda
Rengkuhlah pikirku, bawa ku ke
duniamu
Dengarlah harapku, akankah kau
mengerti
Bila hadirmu buat hatiku, seringan
awan
Di sini semua terungkap
Walau nyata enggan berkata
Terbungkam oleh prahara
Tanpa arah, semakin jauh
Ku bertahan
Haruskah ku hilang, tanpa pesan
Akankan ku rindu, semua kesan
Sentuhlah hatiku, rasakannya
berbeda
Rengkuhlah pikirku, bawa ku ke
duniamu
Dengarlah harapku, akankah kau
mengerti
Bila hadirmu buat hatiku, seringan
awan
Sentuhlah hatiku, rasakannya
berbeda
Rengkuhlah pikirku, bawa ku ke
duniamu
Dengarlah harapku, akankah kau
mengerti
Bila hadirmu buat hatiku, seringan
awan
Dari Album : Let a Thousand
Flowers Bloom
=====
Sumber : http://
kumpulanliriklagu.blogdetik.com/2010/05/20/
homogenic-seringan-awan/
Link Download Seringan Awan
Homogenic : http://
www.meriam-sijagur.com/
index.php/download.html?
task=view.download&cid=7469.
Gambar homogenic dari http://
lifetheteen.blogspot.com/2009/12/
homogenic-cover-album.html

kita pun bisa...!!!


The social network': Harga
Sebuah Ambisi
Veronika Kusumaryati : detikHot
detikcom - Jakarta, Puluhan film
telah dibuat tentang kisah pribadi
seorang besar, tapi hanya sedikit
yang bisa menyisakan ingatan.
'The Social Network' merupakan
salah satunya.
'The Social Network' merupakan
film untuk generasi digital abad ini.
Dibuat berdasarkan buku berjudul
'The Accidental Billionares' karya
Ben Mezrich, film ini menyajikan
sebuah dramatisasi dari kisah
pendiri situs jejaring sosial
Facebook, Mark Zuckerberg yang
telah menjadi jutawan saat berusia
25 tahun. Mark dalam film yang
disutradarai David Fincher ini masih
berusia 19 tahun, seorang
mahasiswa tahun kedua
Universitas Harvard yang tampak
canggung, kaku, disfungsional
secara sosial namun brilian.
Adegan pembuka film ini
berlangsung di sebuah bar yang
ramai. Mark (yang dimainkan
secara luar biasa oleh Jesse
Eisenberg) sedang berkencan
dengan seorang mahasiswi
Universitas Boston (beberapa
tingkat lebih rendah daripada
Harvard), Erica yang kelak
menghancurkannya. Kecepatan
berpikir Mark jauh melampaui
kecepatan bicaranya. Ia lulus SAT
(ujian masuk perguruan tinggi)
dengan nilai penuh 1600 dan ia
mengatakan bahwa Erica tidak
perlu belajar karena ia kuliah di
Universitas Boston (dan bukan di
Harvard).
Erica marah dan memutuskannya.
Mark yang sangat kecewa dan
sedih berlari menuju asramanya di
kampus Harvard dan mulai
mencuri profil serta gambar-
gambar gadis-gadis Harvard yang
ada di jaringan internal universitas,
dan membuat kontes
perbandingan cewek mana yang
lebih cantik dan lebih seksi. Ia
menamainya FaceMash yang
membuatnya hampir dipecat dari
Harvard.
Setelah percobaannya dengan
FaceMash, dibantu teman
programmer-nya, Dustin
Moskovits ia membangun sebuah
sistem di mana orang bisa melihat
profil temannya, membagi
informasi pribadi dan lain
sebagainya. Dalam proses ini,
teman sekamar Mark, Eduardo
Saverin (diperankan dengan
keterampilan akting yang
mengesankan oleh Andrew
Garfield) yang praktis merupakan
satu-satunya teman baik yang ia
miliki, menanamkan modal untuk
pendirian dan operasional The
Facebook di tahap-tahap awal.
Keberhasilan Mark membangun
situs internal pertukaran profil dan
Facemash di Harvard dilirik oleh
tiga mahasiswa kaya, si kembar
Cameron dan Tyler Winklevoss
(keduanya diperankan oleh aktor
yang sama, Armie Hammer) yang
merupakan atlet dayung, sebuah
olahraga bergengsi di universitas-
universitas bergengsi, dan Divya
Narendra, seorang mahasiswa
matematika aplikatif. Ketiganya
memiliki gagasan untuk
membangun situs perjodohan di
Harvard, bernama Harvard
Connection.
Mereka meminta Mark menjadi
programmer-nya dan Mark setuju.
Namun pada akhirnya, ia tidak jadi
bekerja untuk ketiga orang itu,
justru membangun
perusahaannya sendiri bersama
Eduardo yang banyak menangani
aspek keuangan dan bisnis The
Facebook. Kerjasama yang
tampaknya akan berhasil ini
berubah menjadi pertikaian dengan
tebusan mahal.
Mark dan Eduardo bertemu Sean
Parker (diperankan dengan ciamik
oleh Justin Timberlake), sang
pendiri Napster yang digambarkan
memiliki pengaruh buruk bagi
Mark. Atas saran Sean juga, Mark
memutuskan memindahkan
bisnisnya ke Palo Alto, California
dan menjadikan The Facebook
menjadi Facebook yang kita kenal
sekarang. Eduardo yang tidak
menyukai keterlibatan Sean,
dengan segala kerja keras dan
kejujurannya tertinggal di Harvard
dan berubah menjadi 'musuh'
yang kelak menuntut Mark di
pengadilan perdata atas
kontribusinya terhadap pendirian
Facebook.
Penulis skenario film ini, Aaron
Sorkin menceritakan sebagian
besar kisah Mark Zuckerberg
dengan flashback, dengan
perdebatan antarpengacara di
dalam ruang negosiasi menduduki
posisi penting. Drama ruang
persidangan yang mengandalkan
akting dari para tokoh membuat
film ini mengalir bagaikan thriller
tentang ambisi, kecemburuan,
persahabatan, dan keserakahan.
David Fincher ('Fight Club', 'Panic
Room') yang biasanya gemar
dengan kelihaian visual, macam
tata sinematografi yang cair dan
bergerak bebas, kini berfokus
untuk menggarap akting dan cerita.
Meski begitu, dialog-dialog yang
ditulis secara cerdas oleh Sorkin
mendapatkan eksekusi visual yang
tetap memadai. Bahkan kadang di
beberapa bagian, terutama kala
pertandingan dayung di Thames,
David Fincher dan sinematografer
Jeff Cronenweth yang bekerja
dengan teknologi digital (bukan
seluloid) mampu menampilkan
kelihaiannya mengatur fokus
gambar.
Aspek pencahayaan dan musik
juga menjadi perhatian penting
David Fincher. Dengan pendekatan
cahaya yang ekspresionistik
(kontras terang-gelap yang besar),
David Fincher berhasil
menggambarkan atmosfer
Harvard yang sangat dingin, dan
juga karakter Mark Zuckerberg
yang tak hanya paranoid tapi juga
cenderung anti-sosial.
Penggambaran karakter Mark yang
juga cenderung sangat sederhana
namun mengena terlihat dalam
adegan-adegan ketika Mark yang
tidak banyak tertarik dengan hal-hal
lain di luar dirinya, berada di depan
komputer, kadang dengan wajah
penuh konsentrasi, kadang dengan
raut muka kosong.
Film ini bukanlah dongeng moral
tentang baik dan buruk, pahlawan
atau pecundang. Dalam film ini,
Mark Zuckerberg tidak
digambarkan sebagai seorang
yang penuh dengan ambisi
kekuasaan untuk menghancurkan
musuh-musuhnya dan
meninggalkan kawan-kawannya.
Seperti yang dikatakan Erica dan
diulangi oleh pengacara
perempuan di sidangnya, ia
hanyalah orang yang
menjengkelkan.
Dalam diskursus film seperti ini,
pertanyaan apakah film mampu
menyamai atau meniru realitas
tidak lagi penting. Meski lebih
banyak diceritakan dengan sudut
pandang Eduardo, film ini mampu
memberikan dimensi lain pada
kepribadian Mark Zuckerberg yang
kompleks. Yang paling menarik
tentu saja, bahwa orang yang
memiliki ambisi untuk membuat
dunia yang lebih terbuka, dunia
yang lebih terhubung secara sosial
justru adalah orang-orang yang
tidak mampu hidup secara sosial.
Persoalannya bukanlah bahwa
Mark Zuckerberg dan Sean Parker
membuat sesuatu yang besar
seperti Facebook sebagai sebuah
pelarian setelah diputuskan oleh
pacar-pacar perempuannya.
Melainkan, bagaimana ambisi
orang-orang seperti Mark dan Sean
menjadi bagian dari klub elit yang
didefinisikan oleh 'sosial' telah
mendorong mereka untuk menjadi
pahlawan yang berakhir dengan
tragis: tak punya kawan, tak bisa
mendapatkan cinta.

Cari disini

#Pengunjung

Instagram